Wednesday, September 2, 2009

[Smunx]

KLONTANG! KLONTANG!

Sebuah kaleng soda bergulir lincah menyusuri jalan berdebu Diagon Alley, pasrah saja ketika sepasang kaki menggelandangnya untuk berputar lebih jauh. Nathaniel melangkah santai, setengah melamun, kakinya secara bergantian menendang kaleng bekas malang tersebut sepanjang jalan menuju Gringotts. "Haduh, Nat! Stop, oke. Kau--berisik, tahu tidak," suara Amanda memaksanya menoleh dan menatap wajah gadis itu dengan seksama. Nathaniel nyengir.

Pemuda berambut hitam itu menghentikan langkahnya, memperhatikan dengan takjub ketika sang gadis cilik dengan cekatan menyambar kaleng tersebut dari tanah dan melemparkannya ke tempat sampah terdekat. Ah, sepupunya yang satu itu memang luar biasa baik. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin ada seseorang yang amat peduli terhadap segalanya seperti Amanda. "Sori, deh," ujarnya seraya menyeringai, lengan kirinya mengacak rambut anak perempuan itu. Mereka kembali melanjutkan perjalanan--kali ini tanpa suara bising kaleng berkelontang--menuju Bank Sihir Gringotts. Pemberhentian pertama. Sepasang kaki Nathaniel berhenti sejenak di hadapan pintu perunggu mengkilap--pintu masuk utama. Mengerling sang goblin penjaga berkostum merah dan emas yang tengah berdiri dengan gagah di sebelah pintu, anak lelaki tersebut menarik napas sekali, dan setelah mengangguk pada Amanda untuk meyakinkan diri, ia pun mendorong pintu di hadapannya, melangkah masuk.

Well, tak ada yang berubah, semua masih terlihat sama seperti tahun lalu. Untuk kali kedua Nat kembali menyusuri ruangan utama Gringotts, menatap para goblin di sekelilingnya dengan tatapan penasaran, menuju meja berplang 'Pelayanan Khusus Siswa Hogwarts' di sudut ruangan. Fine, akhirnya ia dapat merasakan perasaan yang dirasakan Amanda tahun lalu, perasaan dimana terjadi sebuah sensasi aneh di jantungnya, dan entah mengapa membuat lidahnya terasa kelu. Oh, c'mon Nat. Just take and leave. Tidak terlalu sulit, rite? Semoga saja. Kini ia telah berdiri di hadapan seorang goblin--salah satu yang cerdas, jika dilihat dari tampangnya--berjanggut runcing, terlihat jelas merupakan salah satu yang tengah bertugas melayani para siswa Hogwarts. Oke, here he go.

Nathaniel menelan ludah, merogoh saku celana jeansnya, mengeluarkan kunci emas miliknya, lalu dengan sedikit ragu menyodorkannya pada sang goblin. "Saya ingin mengambil uang, 300 galleon. Ini kuncinya. Terima kasih banyak," ujarnya cepat. Done. Fiuh.

Labels: ,


10:20 PM


Amanda mengetuk-ngetukkan jari ke dagu. Apakah masih ada yang ketinggalan? Ia menoleh ke arah tasnya, mengira-ngira apakah semuanya sudah lengkap. Amanda membongkar dan menyusun koper biru tuanya dua kali lagi, dan setelah benar-benar yakin semua barang telah dimasukkan, ia menghela nafas, mengangkat kopernya dengan susah payah, kemudian menyeretnya menuju pintu keluar kamar. Leaky Cauldron, tempat ini semakin ramai saja di saat-saat awal tahun ajaran baru Hogwarts akan dimulai. Amanda memandang tempat itu untuk terakhir kalinya, bergumam mengucapkan selamat tinggal, dan, dengan Nathaniel di belakangnya, melangkah keluar Leaky Cauldron menuju jalan utama Diagon Alley.

Stasiun King's Cross
Amanda memutuskan untuk mengambil jalan pintas, dan berjalan menuju Stasiun King's Cross. Selembar tiket kereta Hogwarts Express terselip dengan aman di sakunya. Peron 9 3/4. Amanda tidak lagi bertanya-tanya apakah sebenarnya yang dimaksud dengan 9 3/4, Paman Amethyst telah menjelaskan segalanya. Setelah lima belas menit berjalan terseok-seok kepayahan, menyeret koper di tangan kanan, menggenggam sangkar Proteus di tangan kiri, akhirnya ia sampai di stasiun. Dibelakangnya, Nathaniel membantu membawakan kuali Amanda yang tak muat dimasukkan ke dalam koper. Muggle-muggle berlalu-lalang, kelihatan terburu-buru. Porter-porter bersemangat terlihat melayani para calon penumpang. Amanda menghampiri salah satu dari mereka, menyewa sebuah troli, kemudian meletakkan seluruh barang bawaan kedalamnya. Fiuh. Bagus. Sekarang tinggal mencari peron 9 3/4.

Entah mengapa Amanda dapat menemukannya hanya dalam beberapa detik. Beberapa anak terlihat sedang berdiri di dekat dinding kelabu, yang berdiri di antara peron 9 dan 10. Itu dia. Amanda berjalan dengan percaya diri mendekati dinding tersebut, kemudian berhenti beberapa meter jauhnya dari sana. Ia melihat jam stasiun. Sebentar lagi. Amanda berbalik, menatap Nathaniel. Saat-saat seperti ini amat sangat ia benci. "Jaga Paman baik-baik ya, Nat," ujar Amanda. Ia memeluk sepupunya dengan erat, "Kutunggu kau tahun depan, oke?" Tidak, Amanda, kau tak boleh menangis. Amanda melepaskan Nathaniel, menarik troli barang, kemudian bergegas menembus dinding di hadapannya. Ia tidak mau berlama-lama mengucapkan perpisahan, itu hanya akan membuatnya lebih sedih.

Labels: ,


10:19 PM


Amanda mendecak-decakkan lidah. Es krim Florean Fortescue memang tiada duanya. Kini Amanda dan Nathaniel telah berada di gang utama Diagon Alley lagi, berjalan santai dengan perut kenyang. Hoahm. Sekarang Amanda mengantuk. Oh, tidak, jangan dulu. Masih ada satu toko lagi yang membuat Amanda penasaran. Toko Lelucon Gambol & Japes. Yap, barang-barang disana pasti seru. Selain tomboi, kadang sifat jahil Amanda kumat. Oh ya, banyak teman-temannya yang telah menjadi korban. Tapi, satu hal yang perlu dicatat, Amanda selalu tahu situasi. Ia tidak senang melakukan segalanya secara berlebihan, termasuk dalam soal jahil-menjahili. Amanda akan segera berhenti jika ia menganggap sesuatu yang dilakukannya sudah keterlaluan. Itulah yang membuatnya tak pernah kesulitan mendapatkan teman.

Setelah beberapa menit berjalan mondar-mandir, mencari-cari plang nama Toko Lelucon Gambol & Japes--pertama kalinya Amanda dan Nathaniel pergi ke Diagon Alley, kau tahu-- akhirnya mereka berdua menemukannya, terpencil di sudut. Tanpa basa-basi, Amanda membuka pintu toko dan masuk.

Wew. Apa Amanda bilang, toko ini punya barang-barang menakjubkan. Frisbee Bertaring, Bom Kotoran, Ramuan Cinta... ck, ck, keren. Di antara barang-barang yang terdapat dalam ruangan itu, hampir semua pernah Amanda coba. Bom Kotoran, bukan sering lagi. Topi Menghilang, pernah sekali, digunakannya untuk menjahili Nathaniel, hehe. Kacang Melambung, dicobanya di rumah Shirleen. Hm, Amanda jadi bingung hendak membeli apa. Tidak mungkin untuk membeli semuanya, lagipula Amanda yakin ia tidak akan sempat mencoba semuanya di Hogwarts. Akhirnya, setelah menentukan pilihan, Amanda berjalan menuju counter. "Permisi, saya ingin membeli 3 buah Bom Kotoran, 2 buah Pena Bulu Mengeja Sendiri, 1 Kalung Anti Kutukan, 1 botol Ramuan Cinta, dan 3 buah Permen Karet Api. Terima kasih banyak." Terlalu banyak tidak ya? Ah, biar sajalah.

Labels: ,


10:18 PM


(OOC: Timeline : Dari Toko Kuali dan Ramuan)

Fiuh. Akhirnya semua beres! Sekali lagi Amanda membuka daftar barang, mencermati kalau-kalau ada yang tertinggal. Tongkat, ada. Buku, sudah. Jubah, oke. Kuali dan bahan-bahan ramuan, sip. Amanda menghela nafas lega. Sekarang tinggal pergi mencari burung hantu. Dengar-dengar sih, seekor burung hantu merupakan salah satu hewan krusial untuk para siswa Hogwarts. Benar atau tidaknya Amanda tidak tahu pasti. Yah, tidak ada salahnya kan? Bisa menjadi sahabat serta pengantar surat jika ia rindu pada Nathaniel dan Paman Amethyst nanti.

Dari sudut matanya, Amanda melihat Nathaniel berjalan di sampingnya, sedikit gontai karena membawa buku-buku Amanda, beberapa memiliki tebal lebih dari 10 senti. Amanda merasa bersalah. Seharusnya ia tidak perlu mengajak Nathaniel, hanya membuat sepupunya lelah saja. Amanda menggigit bibir. Tapi sepupunya itu memaksa untuk membantunya, dan berkata ia akan kecewa jika Amanda menolak bantuannya. Dilema memang, di satu sisi Amanda tidak senang merepotkan orang lain, di sisi lain ia tidak akan mungkin membawa seluruh barang-barang ini sendirian. Amanda tak dapat membayangkan jika Nathaniel tidak ada. Beruntungnya ia memiliki saudara sebaik Nat. Tak beberapa lama setelah keluar dari Toko Kuali dan Ramuan, Toko Hewan Sihir menjulang di hadapan Amanda. Melalui kaca toko, Amanda dapat melihat berbagai macam hewan yang luar biasa unik. Mereka berdua pun bergegas masuk.

Toko itu amat sangat bising. Suara para pelanggan yang ingin dilayani bercampur baur dengan suara pekikan burung hantu, cicitan tikus dan eongan kucing. Amanda melihat ke sana kemari dengan takjub. Sejak hari pertama ia tinggal di rumah pamannya hingga kini, Paman Amethyst hanya memiliki seekor burung hantu hitam bernama Roscoe. Mungkin ia harus membelikan Nat burung hantu juga. Amanda melangkah menuju sangkar-sangkar burung hantu yang disusun berderet, mengamati satu persatu. Lima menit berlalu, Amanda memutuskan untuk membeli seekor burung hantu elang berwarna abu-abu kehitaman yang bertengger dengan penuh wibawa di dalam sangkar di sudut ruangan. Keren. Amanda menawarkan seekor burung hantu elang juga kepada Nathaniel, tetapi sepupunya itu menolak. Roscoe sudah cukup, katanya. Ya sudah. Amanda menghampiri counter. "Permisi, saya ingin membeli burung hantu elang itu," Amanda menunjuk ke sudut ruangan, "Beserta sangkar dan makanannya, please. Terima kasih banyak."

Labels: ,


10:17 PM


Nah, itu dia sang pegawai toko datang. Amanda nyengir senang, sebentar lagi ia akan mempunyai burung hantu sendiri. Burung hantu elang pula. Wih, keren. "Ini burung dan tetek-bengeknya. Semuanya 16 galleon dan 5 sickle." Untuk kesekian kalinya Amanda merogoh kantung uangnya, mengambil 16 galleon dan 5 sickle, kemudian menyerahkannya kepada pegawai toko di hadapannya. Setelah segala urusan bayar-membayar beres, Amanda berjalan menjauhi counter menuju pinggir ruangan, matanya menatap burung hantu elangnya lekat-lekat. Harus segera memberi nama nih. Nama yang bagus... apa ya? "Menurutmu burung hantu ini kuberi nama apa, eh, Nat?" Amanda menelengkan kepala ke arah Nathaniel, meminta saran.

Nathaniel balas memandang Amanda dan berujar, "Hm... Bagaimana kalau... Proteus? Kedengarannya bagus." Bagus? Tidak, nama itu bukan hanya bagus, tapi luar biasa! Proteus. Gagah sekali. "Hebat sekali, Nat!" Amanda menganggukan kepala kepada burung hantu dalam sangkar yang tengah digenggamnya. "Nah, namamu sekarang adalah Proteus, oke? P-R-O-T-E-U-S. Jangan sampai lupa." Sebagai jawaban, Proteus memekik keras sekali, membuat Amanda terlonjak dan hampir menjatuhkan sangkar dalam genggamannya. Amanda tertawa.

Setelah puas berkenalan dengan burung hantu barunya, Amanda memutuskan untuk melihat-lihat hewan-hewan sihir di sekelilingnya. Gees, di sana ada Fwooper. Amanda berjalan menghampiri burung berwarna hijau limau itu. Pastinya Fwooper yang satu ini telah dilengkapi dengan Mantra Pembisu, karena burung di hadapannya tersebut mengatup-ngatupkan paruh, tapi tak keluar suara apapun. Dari buku-buku yang telah Amanda baca, nyanyian Fwooper yang pada awalnya sangat enak untuk didengar, pada akhirnya akan mendorong pendengarnya jadi gila. Wew, bisa gawat jika suatu hari sang pemilik lupa menguatkan Mantra Pembisu. Bergeser ke sebelah kanan, kini Amanda berhadapan dengan seekor Kneazle. Wah, lucunya. Kneazle yang satu ini amat mirip dengan kucing dengan bulu berbintik-bintik, telinga berukuran besar, dan ekor seperti singa. Amanda menyesal mengapa tadi ia tak membeli seekor Kneazle juga. Kneazle merupakan hewan yang menarik, karena memiliki kemampuan aneh mendeteksi sifat buruk atau curiga dan dapat diandalkan untuk menunjukkan jalan pulang bagi pemiliknya yang tersesat. Keren. Kalau ada kesempatan, Amanda harus membeli satu. Setelah bosan melihat-lihat, akhirnya Amanda melangkah menuju pintu, memanggil Nat, dan berjalan keluar toko.

Labels: ,


10:16 PM


Selesai. Yeah. Semua perlengkapan sudah di tangan, ditambah seekor burung hantu elang baru. Proteus. Great. Hari yang melelahkan sekaligus menakjubkan, karena telah memberi Amanda lebih banyak informasi tentang dunia sihir. Amanda melangkah dengan hati ringan, tidak peduli dengan seluruh barang-barang di tangannya yang beratnya minta ampun. Selesai berbelanja bukan berarti perjalanannya di Diagon Alley juga berakhir. Wohoo, tidak, tidak. Tidak lengkap kalau belum makan es krim di Florean Fortescue, ditambah lagi ia telah berjanji dalam hati akan mentraktir Nathaniel es krim. Sepupunya itu telah sangat berjasa hari itu, dan Amanda ingin memberikan sesuatu padanya. Di Toko Hewan Sihir, Nat menolak ketika Amanda menawarinya untuk membeli burung hantu baru, kali ini ia tak bisa menolak. Setelah berjalan tersaruk-saruk, setengah menyeret barang belanjaannya, akhirnya mereka berdua sampai di depan toko Florean Fortescu's Ice Cream Parlour. Asyik. "Ayo kita mampir dulu, Nat." Amanda menarik baju Nathaniel. Wajah sepupunya itu berubah menjadi berseri-seri dengan tiba-tiba, membuat Amanda tersenyum geli. Nathaniel mengangkat barang-barang yang dibawanya dengan bersemangat, dan kali ini sama sekali tak menolak ketika Amanda menyuruhnya masuk duluan. Dasar Nat.

Kontras sekali dengan Toko Kuali dan Ramuan, aroma manis permen dan susu menguar memenuhi ruangan. Amanda menarik nafas dalam-dalam. Hm, enak sekali. Ia mengalihkan pandangan pada Nathaniel. Mata Nat berbinar-binar, kelihatan tak sabar. Oke, oke. Tanpa basa-basi, Amanda bergegas berjalan menuju counter. Di dinding sebelah, terpampang daftar pilihan rasa yang tersedia. Amanda yakin, rasa apapun itu, pastìnya lezat. Matanya bergerak menyusuri daftar, dan memilìh rasa favoritnya, Strawberry Cheesecake.

"Mau pesan apa, Nat?" Untuk sejenak Amanda melihat keragu-raguan terpancar di wajah Nathaniel. Amanda menyipitkan mata, memberi tatapan cepat-pesan-kalau-tidak-berarti-cari-masalah kepada sepupunya.

Dengan segera Nathaniel menangkap tatapan itu, dan setelah memandang daftar pilihan rasa selama kira-kira lima menit, akhirnya ia berkata, "Um, aku mau White Chocolate. By the way, Amanda, terima kasih banyak." Amanda tersenyum, kemudian berbicara cepat kepada sang pegawai toko, "Permisi, kami pesan satu Strawberry Cheesecake dan satu White Chocolate. Oh, dengan topping Choco Sauce untuk keduanya. Terima kasih banyak."

Labels: ,


10:14 PM


Amanda mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja counter dengan berirama, sambil menggumamkan lagu favoritnya.


I decided long ago
Never to walk in everyone shadow
If I failed, if I succed
At least I live as I believe
No matter what they take from me
They can take away my dignity...

Amanda menghela nafas ketika akhirnya seorang pegawai toko memberikan paket buku pesanannya. "Dan, ini. 25 galleon." Tanpa basa-basi. Amanda mengambil 25 keping galleon, menyerahkannya kepada gadis di hadapannya, dan mengucapkan terima kasih. Lihat, kan? 25 galleon, jauh sekali berbeda dengan harga satu set seragam. Ck, ck. Buku, beres. Hm, berarti tinggal... kuali dan ramuan. Oh, hewan peliharaan juga. Tapi sebelum itu-- Amanda memandang ruangan toko tersebut dengan pandangan lapar-- ia tidak boleh melewatkan kesempatan emas menjelajah toko buku. Dengan semangat menggebu-gebu, Amanda menghampiri rak terdekat. Woa. Bukunya amat banyak, tentu saja. Amanda memandangi buku-buku tersebut satu persatu. Kebanyakan buku di situ juga telah berada di rak milik Amanda di rumah Paman Amethyst, tapì sebagian lagi belum. Sihir Gila untuk Penyihir Sinting, Bola Pecah : ketika nasib baik berubah menjadi nasib buruk, Pria yang Terlalu Mencintai Naga, wew, masih banyak ternyata buku yang belum ia miliki.

Amanda mencolek bahu Nathaniel. "Bawa alat tulis tak?" Untuk sesaat Nathaniel sibuk mencari-cari alat yang dapat digunakan untuk menulis. Kemudian ia menyerahkan sebuah pena bulu kepada Amanda. Amanda menemukan beberapa carik perkamen kecil yang biasa digunakan untuk memo di meja counter, dan menuliskan judul-judul buku yang belum ia miliki. Setelah selesai, ia memberikan perkamen tersebut kepada Nathaniel. "Tolong berikan pada Paman ya Nat." Amanda nyengir, kemudian melanjutkan, "Ini buku-buku yang belum ada di rakku, mungkin Paman bersedia mencarikannya untukku." Aduh, jadi merepotkan. Tapi, mau bagaimana lagi. Tidak mungkin ia membawa buku sebanyak itu ke Hogwarts, ditambah pula buku-buku itu tak tertulis dalam daftar. Di tengah kesibukannya melihat-lihat, matanya tertumbuk pada buku favoritnya : Quidditch Dari Masa ke Masa. Wah. Ia telah membaca buku tersebut ratusan kali, hingga ia hafal isinya. Amanda berkunjung ke beberapa rak lagi sebelum beranjak pergi ke luar toko, sambil bersusah payah mengangkat buku-buku pelajaran yang banyak itu.

(OOC: Credit : The Greatest Love of All - George Benson)

Labels: ,


7:38 PM


Nice. Di Toko Jubah Madam Malkin Amanda dilayani dengan cepat. Tak berapa lama setelah ia memesan, sang pegawai toko segera kembali dengan membawa bungkusan satu paket seragam Hogwarts di tangannya. Andai semua toko di Diagon Alley seperti itu. "You're welcome. Seratus tiga puluh lima galleon, Ms Steinhart." Pegawainya juga ramah. Amanda tersenyum senang. Ia merogoh kantung uang miliknya, mengambil seratus tiga puluh lima galleon, dan menyerahkannya kepada pegawai di hadapannya. Setelah beres, Amanda berpaling pada Nathaniel. "Well, aku ingin berkeliling sejenak, Nat. Di luar panas." Nathaniel tersenyum simpul. Tanpa menunggu jawaban sepupunya, Amanda mulai melangkah, mengamati segala hal yang berada dalam ruangan itu.

Yang pertama kali dilihatnya adalah sebuah jubah. Amanda menyentuh jubah itu, meraba bahannya. Kasar. Amanda membungkuk, membaca keterangan yang tertulis di bagian bawah jubah : Jubah bekas, 15 Galleon. Hm. Amanda mengerutkan kening. Heran. Untuk apa memajang jubah bekas? Selanjutnya, langkah Amanda terhenti di depan sebuah jubah mewah, berlabel 'Jubah pesta, Kualitas tinggi, 95 galleon.' Ck, ck... Untuk apa sih mengeluarkan uang begitu banyak hanya untuk satu stel baju? Tidak masuk akal. Lebih baik uangnya digunakan untuk membeli buku. Tapi, mau tak mau Amanda merasa penasaran juga dengan jubah pesta itu. Apa sih istimewanya? Amanda meraba tekstur luar jubah, di sana terukir berbagai macam pola rumit, menambah kesan glamor. Glamor, ih. Amanda jadi teringat kejadian beberapa minggu lalu, saat sahabat Mugglenya, Shirleen, berulang tahun.

Saat itu rumah Shirleen amat sangat ramai sekali, semua orang yang hadir memakai pakaian mereka yang paling bagus. Kecuali Amanda, tentu saja. Di antara para undangan, terdengar suara seorang gadis membangga-banggakan gaun pestanya yang mahal. Amanda tidak mengenalnya. Dan, yang terjadi adalah, saat Amanda sedang mondar-mandir membawa nampan dengan gelas-gelas berisi cola, untuk membantu Shirleen, tak sengaja ia menabrak gadis itu. Gelas-gelas terbalik, menumpahkan seluruh isinya tepat ke atas gaun pesta yang katanya mahal itu. Amanda tidak sengaja, sungguh. Err... Yah, habisnya gadis itu menghalangi jalan sih. Amanda selalu tertawa geli jika mengingat ekspresi gadis itu.

Setelah puas berkeliling, Amanda melangkah menuju pintu, membukanya dan beranjak keluar, siap untuk berbelanja lagi.

Labels: ,


7:37 PM


Amanda berdiri di samping counter, menunggu. Debu beterbangan di sekitarnya, membuat Amanda terbatuk dan bersin berkali-kali. Aduh, tempat ini tidak baik untuk kesehatan. Amanda menggosok-gosok hidungnya yang gatal. Bertahan, tinggal sebentar lagi. Dengan gembira Amanda melihat sang pegawai toko kembali dengan membawa sebuah kotak persegi panjang. Kotak itu terlihat amat tua, sama seperti toko itu, dan dilapisi debu. Wii, keren. Amanda mengerjap-ngerjapkan mata, kemudian menatap kotak tersebut lekat-lekat. "Ini silahkan coba. Ini kayu elder, inti dari sisik naga ekor berduri dan panjang 28 centi. Harga tongkat itu 2 galeon." Pegawai magang itu menyodorkan kotak tersebut kepada Amanda. Amanda menerimanya dengan hati-hati. Sejenak ia tertegun. Sekarang ia punya tongkat sihir. Ya ampun. Wow.

Lalu ia sadar bahwa ia belum membayar. Amanda segera merogoh saku mencari kantung uang yang diberikan goblin Gringotts, mengambil 2 keping emas Galleon, dan menyerahkannya kepada pegawai toko. Setelah mengucapkan terima kasih, Amanda bergeser beberapa langkah dari counter, kemudian ia mengangkat kotak di tangannya hingga setinggi dagu. Ia menoleh ke arah Nathaniel. "Sihir, Nat. Tongkat. Err... maksudku tongkat sihir, Nat. Aku punya tongkat sihir! Aku tidak percaya..." Amanda mengguncang-guncang bahu Nathaniel saking gembiranya.

"Sst, Amanda, jangan berisik..."

"Ups, sori," ujar Amanda. "Habisnya aku senang sekali. Coba kita lihat bagaimana rupanya." Dengan hati berdebar-debar, Amanda mengangkat tutup kotak. Dipandangnya sebilah tongkat yang tergeletak di dalamnya. Tongkat itu berwarna cokelat pekat, gagangnya memiliki ukiran-ukiran rumit. Well, 28 senti, ukuran yang ideal menurut Amanda. Dengan amat perlahan ia menggenggam tongkat tersebut. Sebuah sensasi menggelenyar menyenangkan mengalir di tubuh Amanda. Ia ingat, satu hal yang selalu ditekankan oleh pamannya tentang tongkat sihir adalah: tongkatlah yang memilih penyihir. Tidak mengherankan jika pada suatu saat seorang penyihir luar biasa mendapatkan tongkat yang sama sekali tidak ampuh, begitupun sebaliknya. Tapi, dari yang pernah Amanda baca, hal seperti itu amat jarang terjadi. Amanda sendiri tidak tahu apakah sensasi yang barusan ia rasakan merupakan pertanda baik atau tidak. Semoga saja baik.

"Ayo, Nat." Tanpa mencoba terlebih dahulu, Amanda melangkah keluar toko dengan hati bahagia.

Labels: ,


7:36 PM


Hari yang indah. Indah sekali, bagi Amanda. Amanda melenggang dengan hati bahagia bersama sepupunya, Nathaniel. Senyuman mengembang di bibirnya, dengan sedikit melompat-lompat ia berjalan pulang ke rumah. Sepupunya, Nathaniel, berjalan di sampingnya, berusaha mengimbangi langkah Amanda. Atap rumah pamannya yang berwarna biru tua telah terlihat di kejauhan.

Amanda baru saja pulang dari stadion klub sepak bola Muggle favoritnya sepanjang masa, Arsenal FC. Dan kali ini mereka menang lagi. Amanda tersenyum lebar, mengingat-ingat aksi para pemain sepak bola idolanya di lapangan hijau. Keren. “Oh, please, Amanda. Jangan senyum-senyum sendiri seperti itu. Mengerikan, tahu,” protes Nathaniel. Amanda mencibir. Biarin.

Sampai di depan pintu rumah, Amanda menggesek-gesekkan sepatunya ke rumput. Jalan-jalan becek dan berlumpur. Amanda tidak ingin mengotori ruangan depan. Setelah menurutnya cukup bersih, ia melangkah masuk, melepas sepatu dan meletakkannya di rak. Sip. Ia melangkah dengan santai ke ruang tengah, menyapa pamannya yang sedang duduk di sofa, dan bergegas menaiki tangga menuju kamarnya. Well, tidak mendapatkan respon apapun, langkah Amanda terhenti. Aneh. Biasanya Paman Amethyst selalu bersemangat.

Amanda melongokkan kepala ke bawah, melihat kalau-kalau ada sesuatu yang salah. Nathaniel sekarang telah duduk di samping ayahnya, mereka berdua sedang mengamati secarik perkamen dengan amat serius. Ada apa sih? Amanda berbalik dan menuruni tangga. Kedua orang itu sepertinya tidak sadar Amanda berada di situ. Amanda menghampiri sofa, menelengkan kepala, menunggu mereka selesai membaca.

Beberapa saat kemudian, Paman Amethyst menurunkan perkamen dalam genggamannya, menghela napas. Amanda memberanikan diri bertanya, “Apa sih itu, Paman? Serius sekali sepertinya.”

Paman Amethyst menundukkan kepala. Aduh, ada apa sih? Amanda memutuskan untuk duduk di sebelah pamannya itu. Pria setengah baya itu mengangkat wajah, ekspresinya tidak terbaca. Ia menyodorkan perkamen itu kepada Amanda. “Sebaiknya kau baca sendiri,” ujar Paman Amethyst murung. Amanda mengerutkan kening bingung. Ia jadi takut melihat Pamannya seperti itu. Dengan sedikit ragu, Amanda mengambil perkamen itu. Ia mendelik ke arah Nathaniel, kemudian mengangkat alis, bertanya. Nathaniel diam saja. Tidak mendapatkan jawaban, Amanda mengalihkan perhatian kepada perkamen di tangannya, dan mulai membaca.

Quote:

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS

Kepala sekolah: Albus Dumbledore
(Order of Merlin, Kelas Pertama, Penyihir Hebat, Kepala Penyihir, Konfederasi Sihir Internasional)




Miss Steinhart yang baik, Dengan gembira kami mengabarkan bahwa kami menyediakan tempat untuk Anda di Sekolah Sihir Hogwarts. Terlampir daftar semua buku dan peralatan yang dibutuhkan. Tahun ajaran baru mulai 1 September. Hormat saya, Minerva McGonagall Wakil Kepala Sekolah

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS


Seragam
Siswa kelas satu memerlikan:
1. Tiga setel jubah kerja sederhana (hitam)
2. Satu topi kerucut (hitam) untuk dipakai setiap hari
3. Sepasang sarung tangan pelindung (dari kulit naga atau sejenisnya)
4. Satu mantel musim dingin (hitam, kancing perak)
Tolong diperhatikan bahwa semua pakaian siswa harus ada label namanya.

Buku
Semua siswa harus memiliki buku-buku berikut:
Kitab Mantra Standar (Tingkat 1) oleh Miranda Goshawk
Sejarah Sihir oleh Bathilda Bagshot
Teori Ilmu Gaib oleh Adalbert Waffling
Pengantar Transfigurasi Bagi Pemula oleh Emeric Switch
Seribu Satu Tanaman Obat dan Jamur Gaib oleh Phyllida Spore
Cairan dan Ramuan Ajaib oleh Arsenius Jigger
Hewan-hewan Fantastis dan di Mana Mereka Bisa Ditemukan oleh Newt Scamander
Kekuatan Gelap: Penuntun Perlindungan Diri oleh Quentin Trimble

Peralatan lain
1 tongkat sihir
1 kuali (bahan campuran timah putih-timah hitam, ukuran standar 2)
1 set tabung kaca atau kristal
1 teleskop
1 set timbangan kuningan

Siswa diizinkan membawa burung hantu ATAU kucing ATAU kodok

ORANGTUA DIINGATKAN BAHWA SISWA KELAS SATU BELUM BOLEH MEMILIKI SAPU SENDIRI


Amanda menahan napas dan melongo. Benarkah ini? Benarkah? Tidak mungkin. Lalu, mengapa paman dan sepupunya… Ketika Amanda memandang keduanya lagi, cengiran lebar menghiasi wajah mereka. Ah, sial, dia tertipu. Kemudian, tanpa dikomandoi, Amanda mengepalkan tinjunya ke udara, ber-yes-yes ria. Ia berlari-lari mengelilingi ruangan, berteriak-teriak seperti orang gila, sambil mengacung-acungkan surat di tangannya. “Aku masuk Hogwarts, aku masuk Hogwarts…!” Paman Amethyst mengucapkan selamat, wajahnya kelihatan amat bangga. Amanda memeluk Nathaniel, bertanya, “Kau juga masuk kan? Ya kan? Ya kan?” Dengan kecewa Amanda melihat Nathaniel menggeleng. Kenapa? Dengan singkat Nathaniel mengatakan bahwa usianya belum genap 11 tahun, ia masih harus menunggu satu tahun lagi. Yah… tidak seru ah.

“Orangtuamu pasti amat bangga padamu, Amanda,” ujar Paman Amethyst, menepuk punggung Amanda. Amanda terseenyum tipis. Ya, Paman, semoga mereka bangga. Itu harapan terbesarnya di dunia. “Oh, dan aku akan mengantarmu berbelanja di Diagon Alley,” lanjut pria itu.

“Tidak usah, Paman, terima kasih. Aku tahu Paman sedang sibuk. Nathaniel akan mengantarku, ya kan, Nat?” Amanda mencondongkan tubuh, menaik-naikkan alis, mengharapkan jawaban positif. Nathaniel mengangguk dan tersenyum. Yeah, bagus. Pasti akan seru. Kehidupan barunya akan segera dimulai.

Labels: ,


7:04 PM


(OOC: Timeline: Dari Toko Jubah Madam Malkin)

Sip. Satu toko lagi telah selesai disatroni Amanda. Kini di sakunya terselip tongkat sihirnya, dan tangan kanannya menjinjing satu set jubah dan pakaian Hogwarts. Dan akan segera bertambah lagi pastinya. Semoga ia kuat membawa semuanya, Amanda tidak ingin merepotkan Nathaniel. Amanda melangkah kemana kedua kakinya membawa ia pergi. Kira-kira apa lagi ya sekarang? Untuk kesekian kalinya Amanda mengambil gulungan perkamen di salah satu sakunya, kemudian meneliti daftar barang yang masih harus ia beli. Tongkat, sudah. Jubah juga sudah. Sekarang tinggal... buku, kuali, ah, masih banyak. Amanda mengangkat tangan ke atas kening untuk menghindari silaunya matahari, mengedarkan pandangan kepada toko-toko di sekelilingnya. Plang nama sebuah toko menarik perhatiannya. "Toko Buku Flourish & Blotts". Yeah. Toko buku. Tempat favorit Amanda sepanjang masa. Semangatnya kembali menggebu-gebu. Dengan pasti ia mengarahkan kaki ke sana.

Amanda membuka pintu dan menyeret Nathaniel masuk. Here we go. Selama tinggal bersama pamannya, Amanda telah mengunjungi seluruh toko buku sihir di Inggris, membeli banyak sekali buku di setiap toko. Paman Amethyst memiliki perpustakaan pribadi raksasa di rumah, tempat Amanda menghabiskan waktu senggangnya, berkutat dengan buku-buku berdebu di antara rak-rak hitam yang menjulang sampai ke langit-langit. Amanda tidak akan pernah puas jika belum membaca semua buku yang ada di sana. Sayangnya, Paman Amethyst membatasi bahan bacaan Amanda, memberikannya rak hitam tersendiri, dan melarangnya menyentuh beberapa rak. Belum saatnya, ujar pamannya. Amanda tidak protes. Ia bertekad untuk menyelesaikan seluruh buku di rak milìknya, baru setelah itu membaca buku yang terdapat di rak terlarang. Ketika ia masih kecil pun, saat kedua orangtuanya masih ada, budaya membaca telah diterapkan dengan sungguh-sungguh di rumahnya. Keluarga besar Amanda memang amat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, terutama secara otodidak.

Amanda mengitari ruangan tersebut, terkagum-kagum dengan bermacam-macam buku yang ada disitu, yang belum pernah ia baca. Mau tak mau ia merasa sedih karena harus berpisah dengan buku-buku kesayangannya selama ia bersekolah di Hogwarts. Mudah-mudahan ia punya banyak kesempatan untuk pergi ke perpustakaan nantinya. Setelah puas melihat-lihat, Amanda berjalan ke counter. "Permisi, saya ingin membeli 1 paket buku untuk tahun pertama atas nama Amanda Steinhart."

Labels: ,


7:03 PM


Yah. Tidak ada yang menyambut ajakannya untuk makan. Ya sudah. Mungkin mereka semua tidak lapar. Hm, beli apa ya? Amanda mengusap-usap dagu, berpikir. Dalam situasi sekarang, entah mengapa Amanda ingin makan bacon dengan telur, tapi waffle spesialnya pun layak dicoba. Hm...

Ditengah kesibukannya berpikir, Amanda mendengar suara anak perempuan berkata, "Err, hei, namaku Jane. Senang bisa bertemu kalian." Amanda memandang anak yang barusan berbicara. Wii, satu lagi teman baru. Amanda tersenyum dan melambaikan tangan. "Hai Jane. Senang bertemu denganmu juga. Mau gabung?" Amanda mengangkat alis, bertanya.

Belum selesai ia berbicara kepada Jane, seorang anak laki-laki bertanya, sepertinya kepada semua orang yang ada di kerumunan itu. "Hei kalian semua murid Hogwarts? Aku baru mau mulai bersekolah untuk tahun pertama," ucapnya. Amanda mengangguk dengan antusias. Yep, Hogwarts, tahun pertama. Anak laki-laki itu kemudian bertanya seperti apakah Hogwarts itu sebenarnya. Well, kali ini Amanda tidak bisa berkata apa-apa, karena ia pun sama, tidak tahu menahu tentang Sekolah Sihir Hogwarts, kecuali dari apa yang ia baca dari buku. Tidak, ia ingin melihat Hogwarts yang sebenarnya dulu sebelum berkomentar. Takut salah. Bisa-bisa ia terkena masalah.

Sementara itu, Carla kini sedang mengeluarkan sebuah kantong berwarna ungu dari saku jaketnya, kemudian menuangkan isinya ke meja. Galleon, Sickle, dan Knuts bergemerincing, saling beradu satu sama lain. Amanda melihat dengan heran. "Err, Amanda, bisakah kau jelaskan padaku apa ini?" Carla berkata dengan polosnya. Hah? Apakah orangtuanya sama sekali tidak pernah memberitahunya? Yah, tidak ada salahnya menjelaskan sedikit hal yang Amanda ketahui. Amanda memulai penjelasannya. Mula-mula ia menunjuk koin-koin di atas meja, "Yang emas itu disebut galleon, yang perak sickle, dan yang perunggu itu knuts." Kemudian ia menambahkan, "
Satu galleon itu sama dengan 17 sickle, dan satu sickle sama dengan 29 Knuts. Sedangkan dalam perhitungan uang Muggle, satu galleon itu kira-kira setara dengan 4 poundsterling 93 sen, satu sickle sama dengan 29 sen, dan 1 knut berharga 1 sen. Kau bisa menukarkan uang Muggle dengan mata uang sihir di Gringotts. Err, begitulah kira-kira." Amanda menatap Carla. Apakah anak itu mengerti? Mudah-mudahan. Amanda senang bisa bermanfaat untuk orang lain.

OOC: Ada yang salah? PM, please...)

Labels: ,


7:01 PM


(OOC: Timeline: Setelah dari Toko Mr. Ollivander)

Oke. Perhentian selanjutnya. Amanda mengucek-ngucek mata, kemudian mengedarkan pandang ke seantero jalan. Enaknya ke mana dulu ya? Lihat nanti deh. Amanda kembali melangkah sambil bersiul-siul. Tiba-tiba Nathaniel mencolek bahunya. Amanda menoleh. "Kenapa?" Nathaniel menunjuk bagian belakang baju biru muda Amanda. "Kotor." Amanda memutar pinggangnya sejauh yang ia bisa, berusaha melihat bagian belakang kausnya. Yup, kotor. Terkena lumpur sepertinya. Kapan ya? Amanda berusaha mengingat-ingat. Ya sudahlah. Sama sekali tidak penting.

"Biarin saja deh, Nat." Malas kalau harus kembali ke Leaky Cauldron lagi. Nathaniel mengedikkan bahu. Amanda tahu, itu artinya terserah. Ia memang tak pernah peduli terhadap masalah penampilan. Tidak. Sebodo amat dengan semua jenis pernak-pernik, make up, baju-baju glamor. Idih. Ia lebih senang memakai topi, celana belel, dan T-Shirt kasual. Lebih nyaman dipakai. Tapi, demi berangkat ke Hogwarts, Amanda harus rela meninggalkan topi-topi kesayangannya, dan menuruti saran pamannya, memakai celana katun baru. Well, yang penting tidak pakai rok.

Di tengah lamunannya, mata Amanda tertumbuk pada plang nama sebuah toko.
Toko Jubah Madam Malkin. Ke sana dulu, Amanda memutuskan. "Kali ini kau yang masuk duluan, Nat. Tidak boleh protes." Amanda mendorong punggung Nathaniel, yang sudah membuka mulut untuk protes, membuka pintu, dan masuk.

Woa. Ruangan penuh jubah menyambutnya. Gees, tinggal pilih. Sepertinya semua jubah sama saja, tidak ada yang lebih bagus. Amanda melepaskan Nathaniel, dan menghampiri counter, dan membaca daftar harga. Wew, mahalnya. Jubah pesta, jubah biasa, jubah... bekas? Mungkin yang bekas saja, toh akan sama, asal nyaman dipakai, Amanda tidak keberatan. Tidak, tidak. Amanda menggeleng-gelengkan kepala. Ini tahun pertamanya, ia tak boleh sembarangan. Lebih baik yang satu set saja.

"Permisi, saya ingin membeli satu paket lengkap seragam Hogwarts, atas nama Amanda Steinhart. Terima kasih banyak..."

Labels: ,


6:59 PM


(OOC : Timeline : Dari Gringotts)
Urusan di Gringotts beres. Kini Amanda melenggang di tengah hiruk pikuk jalan Diagon Alley, menderap-derapkan kaki dengan bersemangat. Amanda memang anak yang penuh semangat, kapanpun dan dimanapun. Hal itulah yang seringkali membantunya mendapatkan teman baru. Amanda melompat minggir ketika seekor kucing tiba-tiba muncul dan berlari melewati dirinya. Ramai sekali. Beberapa kali Amanda terdesak-desak tak tentu arah. Tubuhnya memang kecil untuk anak seumurannya. Untung ada Nathaniel yang selalu menolongnya.

Dengan yakin Amanda menunjuk ke arah sebuah toko. "Itu dia, Nat! Toko Mr. Ollivander! Tempat di mana aku akan membeli tongkat sihirku yang pertama." Dengan sedikit berlari, Amanda melangkah ke arah pintu toko, dan, setelah memastikan Nathaniel mengikutinya, dengan cekatan membukanya. Senyum lebar menghiasi wajahnya.

(Marcel)
Sudah banyak pengunjung di dalam toko tersebut. Amanda menarik napas dalam-dalam, kemudian mengamati sekitar. Toko yang kelihatan amat tua. Memberikan kesan telah beratus-ratus tahun didirikan. Sengaja berjalan dengan perlahan, Amanda dapat melihat rak-rak yang menjulang sampai ke langit-langit, berisi tumpukan kotak-kotak berbentuk persegi panjang. Pasti isinya tongkat sihir, Amanda yakin. Ia tersenyum-senyum sendiri. Seperti apa ya tongkatnya nanti? Tiba-tiba ia tersadar. Hei, ia tak boleh membuang-buang waktu. Dengan sigap Amanda melangkah menuju counter.

"Um, permisi. Saya ingin membeli tongkat sihir." Amanda terdiam sejenak. Apa yang dikatakan pamannya soal membeli tongkat sihir? Oh ya. Tanggal lahir. "Tanggal lahir saya 8 Desember. Terima kasih." Yeah. Tinggal menunggu.

Labels: ,


6:58 PM


(OOC: Timeline: Dari Leaky Cauldron)
Smunx
Amanda menguap. Huaahm. Uh, entah mengapa ia tak bisa tidur nyenyak semalam. Kontras dengan Nathaniel, yang mendengkur keras sekali. Dasar. Amanda dan sepupunya itu kini sedang berjalan menyusuri Diagon Alley. Perhentian pertama : Gringotts.

Kedatangannya yang pertama ke Diagon Alley, membuat Amanda berkali-kali tercengang. Lautan manusia memenuhi tempat itu, ramai sekali. Toko-toko sihir berjejer tak beraturan. Toko-toko buku, kuali, tongkat sihir, toko kelontong, dan masih banyak yang lainnya. Amanda menunduk, memandang secarik perkamen di genggamannya. Daftar barang-barang yang harus dibeli. Well, sepertinya Amanda harus mengunjungi banyak toko. Semangat!

Mata Amanda bergerak kesana kemari, berkali-kali ia menggumam takjub. Sebagai seorang darah murni, Amanda termasuk orang yang gagap sihir memang.Tergila-gila pada ratusan buku milik pamannya, Amanda hampir selalu membaca di waktu senggangnya, tak terlalu peduli pada tempat-tempat sihir. Heu. Karena itulah hari ini merupakan hari yang telah ia tunggu-tunggu sejak lama. Ah, bahagianya. Beberapa menit kemudian, Amanda berhenti. Di depannya menjulang bangunan putih bersih, makhluk-makhluk berseragam merah dan emas berdiri tegak di samping pintu. Goblin. Amanda pernah melihat makhluk yang satu ini di salah satu buku tebal pamannya. Menurut buku itu mereka bukan makhluk yang ramah. Hm, sebaiknya Amanda berhati-hati. Ia menggamit lengan Nathaniel. Mereka berdua pun melangkah menaiki undakan batu putih, dan berhadapan dengan sepasang pintu perak. Amanda ragu-ragu sejenak. "Kau duluan, Nat." Amanda melihat Nathaniel menggeleng. Huf, baiklah. Setelah menghela nafas keras-keras, Amanda melangkahkan kaki ke dalam ruangan.

Untuk kesekian kalinya, Amanda merasa takjub. Berpuluh-puluh goblin duduk berjejer, terlihat sibuk. Amanda menelan ludah. Nervous. Dengan perlahan Amanda berjalan menuju meja bertuliskan "Pelayanan khusus siswa Hogwarts. Setelah mengumpulkan kepercayaan diri, Amanda berkata kepada goblin di hadapannya, "Permisi, Sir. Sa, saya ingin mengambil uang. Um, 300 galleon sepertinya cukup. I... ini kuncinya. Terima kasih." Berhasil. Fiuh. Sejenak Amanda teringat cerita pamannya. Ayah dan ibunya telah menabung amat banyak untuk masa depannya sebelum mereka pergi. Dan Amanda sangat bersyukur karena itu. Fakta ini membulatkan tekad Amanda untuk melakukan yang terbaik di Hogwarts.

Labels: ,


6:56 PM


Akhirnya. Dia dilayani juga. Tidak ada kamar untuk dua orang? "Um, maaf, miss. Tadi ada yang bilang, tidak boleh pesan dua kamar untuk keluarga yang sama... Well, tapi tak apa kalau boleh. Atau satu kamar kecil juga tidak apa-apa deh. Terimakasih banyak." Amanda tersenyum senang. Pelayan yang ramah. Kemudian Amanda menoleh kepada sepupunya, dan meminta maaf karena telah meninggalkannya tadi. Nathaniel tersenyum. "Tidak apa-apa. Lagipula, aku sedang malas duduk," ujarnya. Aduh, betapa Amanda menyayangi sepupunya yang satu ini. Sejak tinggal bersama pamannya, Amanda dan Nathaniel menjadi sangat dekat. Sayang sekali Nat belum bisa masuk Hogwarts tahun ini. Pasti akan lebih menyenangkan.

Sekali lagi, Amanda menunggu kunci kamar. Semoga tidak lama.

(Post yang bikin gue dapet surcin =)) *ngakak*)

Labels: ,


6:53 PM


Ternyata anak laki-laki itu bernama Jonathan Larson Baned. Dan ia bersedia untuk ditraktir, tentu saja. "Panggil Amanda saja. Um, bagaimana seharusnya aku memanggilmu?" tanya Amanda. Ia tersenyum. Senangnya punya teman baru.

Sementara itu, kericuhan di sekeliling Amanda masih berlangsung. Akhirnya, sebuah gelas berisi air bening disodorkan oleh seseorang, lebih tua daripada Amanda sepertinya, untuk menyelamatkan ikan dalam plastik bocor. Beruntungnya ikan itu, tidak tenggelam dalam alkohol. Hei, jangan kira Amanda tidak memperhatikan apa yang terjadi. Walaupun acuh tak acuh, telinganya tetap terbuka lebar. Amanda berharap semua orang dalam kerumunan ini mau menjadi temannya. Will they?

Amanda menengadahkan kepala ketika anak perempuan yang datang dan bertanya apa yang terjadi memperkenalkan dirinya. "Hei, aku Carla Guinliugi. Duh, bisa kasih tau tidak disinì ada makanan apa saja?" Amanda tersenyum dan mengulurkan tangan.

"Hai, Carla. Aku Amanda Steinhart. Senang berkenalan denganmu. Err, ngomong-ngomong soal makanan, kau bisa melihat daftarnya disana. " Amanda menunjuk ke arah bar, kemudian menyipitkan mata mencoba membaca menu dari kejauhan. Setelah berusaha sampai matanya sakit, Amanda menyebutkan harga-harga makanan yang menurutnya enak. Bacon dengan telur 9 sickle 20 knuts, Pai ayam 14 sickle 25 knuts, Waffle spesial 13 sickle. Kemudian, Amanda bertanya kepada Baned dan Carla apa yang ingin mereka pesan. Hm, sepertinya Baconnya enak.

Amanda memandang gelas Butterbeer di hadapannya. Isinya tinggal setengah. Tidak apa-apalah, tidak usah beli lagi. Oh iya, Nathaniel. Amanda melongokkan kepala. Nathaniel masih berdiri di dekat bar. Ck, ck, pelayanan tempat ini buruk sekali. Kemudian, Amanda menolehkan kepala kembali ke arah kerumunan di depannya. Ia berdeham, lalu berseru lantang, "Um... Halo semua. Ada yang mau ikut makan?"

Labels: ,


6:51 PM


Cengiran Amanda lenyap ketika mendengar anak laki-laki itu mendengus keras. Well, sepertinya anak itu kesal. Amanda melirik stoples berisi kecebong di meja. Tutupnya basah. Ups. Kesalahan Amanda. "Kau, untung saja Flakier tidak kenapa-napa, ceroboh." Anak laki-laki itu menggerutu. Amanda menggaruk hidung, bingung mau berkata apa. Dia kan sudah minta maaf... Tidak, itu tidak cukup. Apa yang harus dia lakukan? Mencari musuh bahkan sebelum kau sampai ke tujuan bukan hal yang bagus.

Ditengah kebingungannya, seorang anak perempuan berjalan ke arah Amanda dan si anak laki-laki. Yang kemudian dilakukan oleh gadis itu benar-benar membuat Amanda tercengang. Anak perempuan itu mengambil kecebong dalam toples, bertanya bagaimana jika ia memencet makhluk itu. Amanda melongo. Apa-apaan anak ini? Stres mungkin. Kemudian semuanya berlangsung cepat. Si anak laki-laki menepis tangan si anak perempuan stres, memungut kecebongnya yang jatuh ke lantai. Seorang anak perempuan lagi datang, bertanya apa yang terjadi. Disusul oleh seorang anak laki-laki yang tiba-tiba menggelitik si anak perempuan stres. Ck, ck, ada apa sih ini...

Satu orang lagi datang, membawa ikan dalam plastik yang bocor. Dan dalam sekejap kerumunan telah terbentuk, mengelilingi meja tempat si anak laki-laki empunya kecebong duduk. Wew, ramainya.

Amanda menyadari, mereka memang menghalangi jalan, si anak laki-laki yang ia tumpahi butterbeer barusan mengatakannya. "Duduk, kalau mau," ujar anak lelaki itu lagi. Pusing karena semua kejadian beruntun itu, Amanda tidak menolak. Ia bergeser ke samping, menarik kursi di sebelah anak laki-laki kecebong, dan duduk. Oh, Amanda baru sadar kalau Nathaniel sedari tadi tidak ada disitu. Amanda mengedarkan pandangan sejenak. Ternyata sepupunya itu masih berdiri di dekat bar, menunggu kunci kamar. Dasar, kok tidak bilang sih. Ya sudah, kalau itu maunya.

Amanda memperhatikan orang-orang yang berkerumun di dekatnya. Ia senang dengan keramaian seperti ini. Siapa tahu ia bisa mendapatkan teman baru. Tidak peduli dengan kejadian yang sedang berlangsung, Amanda menoleh kepada korban tumpahan butterbeernya. "Maaf sekali lagi soal yang tadi. Begini saja, kau kutraktir, bagaimana? Hitung-hitung sebagai permintaan maafku." Amanda berkata dengan cuek. "Aku Amanda Steinhart, by the way. Kau?"

Personil kerumunan itu bertambah lagi. Bodo ah.

Labels: ,


6:50 PM


Huf... Lama sekali sih. Antrian di depan bar masih banyak. Kapan gilirannya mendapatkan kunci? Sedari tadi Amanda menunggu, kopernya tergeletak begitu saja di sampingnya. Amanda mengetuk-ngetukkan tangan ke meja. Sabar, sabar. Butterbeer pesanannya sudah di tangan, tapi untuk pesanan kamar, pegawai di belakang bar belum melayaninya. Amanda menghela napas. Dalam keadaan seperti ini, kebiasaan Amanda mengamati sekitar timbul. Matanya menyisir setiap sudut ruangan. Well, ruangan yang luas, tentu, jika tidak harus dikemanakan ratusan murid Hogwarts yang mampir ke sini tiap tahun? Di sekeliling ruangan Leaky Cauldron bertebaran berbagai macam dan jenis makhluk, dimulai dari seekor kucing yang terlihat mendengkur malas, sesosok peri rumah, anak-anak seumuran dirinya bersama ayah atau ibunya, yang, Amanda yakin, hendak berbelanja di Diagon Alley, dan masih banyak lagi. Amanda memperhatikan semua itu dengan sedikit iri. Ah, andai saja ibunya ada di sini sekarang, mengantarnya... Tidak, tidak, Amanda. Jangan seperti anak kecil begitu. Amanda mengalihkan pandangan dan kembali menatap bar, menunggu.

Sepertinya bakal lama. Akhirnya ia mengangkat kopernya, menyikut Nathaniel, menyuruh sepupunya itu untuk mengikutinya. Lebih baik ia mencari tempat duduk dulu, kakinya sudah mulai pegal. Amanda menarik kopernya tanpa susah payah, isinya memang sedikit. Ia tidak punya banyak pakaian, karena menurutnya hal-hal seperti baju dan semacamnya itu tidak penting. Amanda berjalan diantara meja-meja dan kursi berdebu, mencari tempat yang kira-kira nyaman. Di mana ya?

Beberapa kali kaki Amanda terantuk permukaan lantai kayu yang tidak rata. Ia menggerutu. Tekstur lantai seperti itu bisa membahayakan orang yang lewat. Amanda menyeret langkah menuju meja kosong di pojok ruangan, tersenyum kepada seorang anak kecil yang memandanginya. Kemudian, mata Amanda tertumbuk pada sesosok anak laki-laki yang sedang mengamati sesuatu di toples. Sebuah kecebongkah? Mata Amanda berbinar-binar. Wah, lucu. Tiba-tiba, untuk kesekian kalinya kaki Amanda terantuk lekukan di lantai, tapi kali ini ia tidak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Butterbeer di tangannya oleng, lalu, dengan terkejut Amanda melihatnya tumpah membasahi baju si anak laki-laki yang memegang toples. Aduh. Bodoh kau Amanda.

"Aduh, maaf, maaf, tidak sengaja. Maaf, maaf..." Dengan heboh Amanda mencari sesuatu di kantungnya untuk membersihkan tumpahan itu. Tidak ada apapun. Amanda nyengir bersalah.

Labels: ,


6:49 PM


Amanda berjalan santai di pinggir trotoar kota London yang bising, beriringan dengan sepupunya, Nathaniel. Ia menolak tawaran pamannya untuk mengantarnya berbelanja ke Diagon Alley, dan memutuskan mengajak Nathaniel bersamanya. Hitung-hitung agar sepupunya itu tidak canggung lagi bila berbelanja tahun depan. Di samping itu, Amanda telah terbiasa melakukan semua hal sendirian, dan ia tidak suka bila harus merepotkan orang lain. Tidak. Sejak kecil, saat kedua orangtuanya masih hidup, Amanda telah diajarkan untuk berdiri sendiri, untuk tidak bergantung pada orang lain. Dan hal itu telah melekat erat-erat di hatinya. Suatu saat ayahnya pernah mengucapkan sebuah harapan, yang tak akan pernah Amanda lupakan. Dengan sepenuh hati ia berjanji untuk berusaha mewujudkan hal tersebut. Harapan ayahnya tidak muluk-muluk. Ia hanya ingin Amanda menjadi seseorang yang bermanfaat bagi semua orang. Sederhana, tetapi tak mudah untuk melaksanakannya, kau tahu.

Akhirnya. Setelah berjalan selama kurang lebih 15 menit, Amanda kini berdiri di depan Leaky Cauldron, penghubung menuju Diagon Alley sekaligus tempat ia dan Nat akan menginap beberapa hari. Amanda membuka pintu tersebut perlahan, dan segera disambut hiruk pikuk para pengunjung dalam ruangan. Leaky Cauldron amat ramai di awal tahun ajaran baru Hogwarts, tentu, Amanda tahu itu. Ia mengedarkan pandangan, mencari meja kosong. Masih ada beberapa, syukurlah. Memutuskan untuk memesan kamar terlebih dahulu, Amanda melangkah menghampiri bar tempat seorang pelayan sedang berdiri.

"Permisi, saya ingin memesan sebuah kamar atas nama Amanda Steinhart. Yang cukup untuk dua orang, please. Oh, dan 2 gelas Butterbeer. "

Labels: ,


6:44 PM