Wednesday, September 2, 2009

Huf... Lama sekali sih. Antrian di depan bar masih banyak. Kapan gilirannya mendapatkan kunci? Sedari tadi Amanda menunggu, kopernya tergeletak begitu saja di sampingnya. Amanda mengetuk-ngetukkan tangan ke meja. Sabar, sabar. Butterbeer pesanannya sudah di tangan, tapi untuk pesanan kamar, pegawai di belakang bar belum melayaninya. Amanda menghela napas. Dalam keadaan seperti ini, kebiasaan Amanda mengamati sekitar timbul. Matanya menyisir setiap sudut ruangan. Well, ruangan yang luas, tentu, jika tidak harus dikemanakan ratusan murid Hogwarts yang mampir ke sini tiap tahun? Di sekeliling ruangan Leaky Cauldron bertebaran berbagai macam dan jenis makhluk, dimulai dari seekor kucing yang terlihat mendengkur malas, sesosok peri rumah, anak-anak seumuran dirinya bersama ayah atau ibunya, yang, Amanda yakin, hendak berbelanja di Diagon Alley, dan masih banyak lagi. Amanda memperhatikan semua itu dengan sedikit iri. Ah, andai saja ibunya ada di sini sekarang, mengantarnya... Tidak, tidak, Amanda. Jangan seperti anak kecil begitu. Amanda mengalihkan pandangan dan kembali menatap bar, menunggu.

Sepertinya bakal lama. Akhirnya ia mengangkat kopernya, menyikut Nathaniel, menyuruh sepupunya itu untuk mengikutinya. Lebih baik ia mencari tempat duduk dulu, kakinya sudah mulai pegal. Amanda menarik kopernya tanpa susah payah, isinya memang sedikit. Ia tidak punya banyak pakaian, karena menurutnya hal-hal seperti baju dan semacamnya itu tidak penting. Amanda berjalan diantara meja-meja dan kursi berdebu, mencari tempat yang kira-kira nyaman. Di mana ya?

Beberapa kali kaki Amanda terantuk permukaan lantai kayu yang tidak rata. Ia menggerutu. Tekstur lantai seperti itu bisa membahayakan orang yang lewat. Amanda menyeret langkah menuju meja kosong di pojok ruangan, tersenyum kepada seorang anak kecil yang memandanginya. Kemudian, mata Amanda tertumbuk pada sesosok anak laki-laki yang sedang mengamati sesuatu di toples. Sebuah kecebongkah? Mata Amanda berbinar-binar. Wah, lucu. Tiba-tiba, untuk kesekian kalinya kaki Amanda terantuk lekukan di lantai, tapi kali ini ia tidak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Butterbeer di tangannya oleng, lalu, dengan terkejut Amanda melihatnya tumpah membasahi baju si anak laki-laki yang memegang toples. Aduh. Bodoh kau Amanda.

"Aduh, maaf, maaf, tidak sengaja. Maaf, maaf..." Dengan heboh Amanda mencari sesuatu di kantungnya untuk membersihkan tumpahan itu. Tidak ada apapun. Amanda nyengir bersalah.

Labels: ,


6:49 PM