Wednesday, September 2, 2009

Hari yang indah. Indah sekali, bagi Amanda. Amanda melenggang dengan hati bahagia bersama sepupunya, Nathaniel. Senyuman mengembang di bibirnya, dengan sedikit melompat-lompat ia berjalan pulang ke rumah. Sepupunya, Nathaniel, berjalan di sampingnya, berusaha mengimbangi langkah Amanda. Atap rumah pamannya yang berwarna biru tua telah terlihat di kejauhan.

Amanda baru saja pulang dari stadion klub sepak bola Muggle favoritnya sepanjang masa, Arsenal FC. Dan kali ini mereka menang lagi. Amanda tersenyum lebar, mengingat-ingat aksi para pemain sepak bola idolanya di lapangan hijau. Keren. “Oh, please, Amanda. Jangan senyum-senyum sendiri seperti itu. Mengerikan, tahu,” protes Nathaniel. Amanda mencibir. Biarin.

Sampai di depan pintu rumah, Amanda menggesek-gesekkan sepatunya ke rumput. Jalan-jalan becek dan berlumpur. Amanda tidak ingin mengotori ruangan depan. Setelah menurutnya cukup bersih, ia melangkah masuk, melepas sepatu dan meletakkannya di rak. Sip. Ia melangkah dengan santai ke ruang tengah, menyapa pamannya yang sedang duduk di sofa, dan bergegas menaiki tangga menuju kamarnya. Well, tidak mendapatkan respon apapun, langkah Amanda terhenti. Aneh. Biasanya Paman Amethyst selalu bersemangat.

Amanda melongokkan kepala ke bawah, melihat kalau-kalau ada sesuatu yang salah. Nathaniel sekarang telah duduk di samping ayahnya, mereka berdua sedang mengamati secarik perkamen dengan amat serius. Ada apa sih? Amanda berbalik dan menuruni tangga. Kedua orang itu sepertinya tidak sadar Amanda berada di situ. Amanda menghampiri sofa, menelengkan kepala, menunggu mereka selesai membaca.

Beberapa saat kemudian, Paman Amethyst menurunkan perkamen dalam genggamannya, menghela napas. Amanda memberanikan diri bertanya, “Apa sih itu, Paman? Serius sekali sepertinya.”

Paman Amethyst menundukkan kepala. Aduh, ada apa sih? Amanda memutuskan untuk duduk di sebelah pamannya itu. Pria setengah baya itu mengangkat wajah, ekspresinya tidak terbaca. Ia menyodorkan perkamen itu kepada Amanda. “Sebaiknya kau baca sendiri,” ujar Paman Amethyst murung. Amanda mengerutkan kening bingung. Ia jadi takut melihat Pamannya seperti itu. Dengan sedikit ragu, Amanda mengambil perkamen itu. Ia mendelik ke arah Nathaniel, kemudian mengangkat alis, bertanya. Nathaniel diam saja. Tidak mendapatkan jawaban, Amanda mengalihkan perhatian kepada perkamen di tangannya, dan mulai membaca.

Quote:

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS

Kepala sekolah: Albus Dumbledore
(Order of Merlin, Kelas Pertama, Penyihir Hebat, Kepala Penyihir, Konfederasi Sihir Internasional)




Miss Steinhart yang baik, Dengan gembira kami mengabarkan bahwa kami menyediakan tempat untuk Anda di Sekolah Sihir Hogwarts. Terlampir daftar semua buku dan peralatan yang dibutuhkan. Tahun ajaran baru mulai 1 September. Hormat saya, Minerva McGonagall Wakil Kepala Sekolah

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS


Seragam
Siswa kelas satu memerlikan:
1. Tiga setel jubah kerja sederhana (hitam)
2. Satu topi kerucut (hitam) untuk dipakai setiap hari
3. Sepasang sarung tangan pelindung (dari kulit naga atau sejenisnya)
4. Satu mantel musim dingin (hitam, kancing perak)
Tolong diperhatikan bahwa semua pakaian siswa harus ada label namanya.

Buku
Semua siswa harus memiliki buku-buku berikut:
Kitab Mantra Standar (Tingkat 1) oleh Miranda Goshawk
Sejarah Sihir oleh Bathilda Bagshot
Teori Ilmu Gaib oleh Adalbert Waffling
Pengantar Transfigurasi Bagi Pemula oleh Emeric Switch
Seribu Satu Tanaman Obat dan Jamur Gaib oleh Phyllida Spore
Cairan dan Ramuan Ajaib oleh Arsenius Jigger
Hewan-hewan Fantastis dan di Mana Mereka Bisa Ditemukan oleh Newt Scamander
Kekuatan Gelap: Penuntun Perlindungan Diri oleh Quentin Trimble

Peralatan lain
1 tongkat sihir
1 kuali (bahan campuran timah putih-timah hitam, ukuran standar 2)
1 set tabung kaca atau kristal
1 teleskop
1 set timbangan kuningan

Siswa diizinkan membawa burung hantu ATAU kucing ATAU kodok

ORANGTUA DIINGATKAN BAHWA SISWA KELAS SATU BELUM BOLEH MEMILIKI SAPU SENDIRI


Amanda menahan napas dan melongo. Benarkah ini? Benarkah? Tidak mungkin. Lalu, mengapa paman dan sepupunya… Ketika Amanda memandang keduanya lagi, cengiran lebar menghiasi wajah mereka. Ah, sial, dia tertipu. Kemudian, tanpa dikomandoi, Amanda mengepalkan tinjunya ke udara, ber-yes-yes ria. Ia berlari-lari mengelilingi ruangan, berteriak-teriak seperti orang gila, sambil mengacung-acungkan surat di tangannya. “Aku masuk Hogwarts, aku masuk Hogwarts…!” Paman Amethyst mengucapkan selamat, wajahnya kelihatan amat bangga. Amanda memeluk Nathaniel, bertanya, “Kau juga masuk kan? Ya kan? Ya kan?” Dengan kecewa Amanda melihat Nathaniel menggeleng. Kenapa? Dengan singkat Nathaniel mengatakan bahwa usianya belum genap 11 tahun, ia masih harus menunggu satu tahun lagi. Yah… tidak seru ah.

“Orangtuamu pasti amat bangga padamu, Amanda,” ujar Paman Amethyst, menepuk punggung Amanda. Amanda terseenyum tipis. Ya, Paman, semoga mereka bangga. Itu harapan terbesarnya di dunia. “Oh, dan aku akan mengantarmu berbelanja di Diagon Alley,” lanjut pria itu.

“Tidak usah, Paman, terima kasih. Aku tahu Paman sedang sibuk. Nathaniel akan mengantarku, ya kan, Nat?” Amanda mencondongkan tubuh, menaik-naikkan alis, mengharapkan jawaban positif. Nathaniel mengangguk dan tersenyum. Yeah, bagus. Pasti akan seru. Kehidupan barunya akan segera dimulai.

Labels: ,


7:04 PM