Saturday, August 29, 2009

Semua Asrama. Kelas 1. 1979-1980

Sungguh suatu kebetulan yang menjengkelkan. Mengapa harus Ramuan yang menjadi mata pelajaran pertama sih? Pada tahun pertama ia menjadi siswa Hogwarts pula.

Nathaniel mendesah, mengacak rambut seraya menghenyakkan tubuh ke atas sofa ruang rekreasi Gryffindor. Ia memejamkan mata, mencoba membuat keputusan. Masuk kelas, tidak. Masuk kelas, tidak. Masuk kelas, tidak. Hatinya yang terdangkal tentu menolak mentah-mentah ide 'menjadi anak baik' dan memilih untuk tetap tinggal di sini atau pergi ke halaman untuk bermain sepak bola. Nice decision, of course. Namun sisi terdalam hatinya akan merasa bersalah jika ia membolos.

Anak lelaki berambut hitam itu membuka mata, kemudian melirik mencemooh ke arah buku Cairan dan Ramuan Ajaib oleh Arsenius Jigger yang tergeletak begitu saja di atas karpet di samping kaki kirinya. Satu-satunya hal yang ia senangi dari buku itu hanyalah kemiripan nama sang author dengan nama klub sepak bola pujaannya, Arsenal. Selain itu, nothing. Segala hal, apapun itu, yang berhubungan dengan ramuan, selalu membuat Nat mengerutkan kening dan memalingkan wajah. Tindakannya tersebut sesungguhnya hanyalah peralihan dari perasaan aneh yang melanda hatinya, seakan sesosok Troll meninju dadanya berkali-kali. Trauma, eh? Ia harap bukan. Peristiwa 4 tahun yang lalu seringkali kembali hadir di otaknya, membangkitkan rasa bersalahnya. Ah, Mum. Wanita yang paling disayanginya itu harus berada di St. Mungo hingga hari ini, semua gara-gara dirinya. Semua salahnya.

Pandangan Nathaniel menerawang. Tidak, ia harus mulai berpikir dewasa. Ia harus berhenti menyalahkan dirinya sendiri, mulai saat ini. Nat berdiri, membungkuk dan menyambar buku panduan ramuannya, kemudian beranjak menghampiri lukisan wanita gemuk, mendorongnya hingga terbuka, dan menyusuri tangga menuju ruang bawah tanah. Well, mengikuti kelas ramuan mungkin bisa menjadi awal usahanya. Semoga.

Kelas Ramuan
Pukul sebelas lewat lima belas. Sial. Nat mempercepat langkahnya, bergegas memasuki ruang kelas dan mengambil tempat di sudut, tepat saat sang profesor berujar, "Untuk hari ini, membuat Ramuan Penyembuh Bisul sepertinya cukup. Kumpulkan dalam botol kristal kalian jika sudah selesai dan bawa ke depan." Bagus. Ramuan Penyembuh Bisul. Tidak terlalu sulit. Ia beruntung karena Dad pernah mengajarkan cara membuat ramuan yang satu ini, lima tahun yang lalu. Well, mudah-mudahan ia masih ingat.

Nat membolak-balik perkamen bukunya satu demi satu, dan tepat sebelum kedua matanya sakit melihat tulisan kecil-kecil di seantero buku, halaman yang dicari akhirnya terbuka. Ia membaca sekilas halaman tersebut.

Quote:


Bahan :
Jelatang yang sudah dikeringkan
Taring ular yang sudah dihaluskan
Siput bertanduk yang sudah direbus
Duri landak
Air

Cara Membuat :
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Isi kuali dengan air, kira-kira setengah kuali. Rebus sampai mendidih.
3. Masukkan 450 gram siput bertanduk ke dalam kuali.
4. Selagi menunggu rebusan, tumbuklah taring ular sampai halus. Kemudian, takarlah bubuk taring ular itu 6 gram.
5. Setelah rebusan mendidih, masukkan taring ular dan 3 lembar jelatang.
6. Aduk ramuan 15 kali searah jarum jam. Ramuan akan berubah warna menjadi hijau tua.
7. Tambahkan adukan berlawanan arah jarum jam 3 kali, ramuan akan memucat. Teruskan hingga ramuan menjadi encer dan berwarna hijau amat pucat.
8. Matikan api. Diamkan sebentar, lalu masukkan duri landak.
9. Dinginkan ramuan. Setelah didinginkan, ramuan siap digunakan.



Fine, let's do it fast, kumpulkan, keluar. Done, right? Nat mengambil seluruh bahan dan alat yang diperlukan dari atas rak-rak di sisi kelas, kemudian mengisi kuali dengan air dan menjerangnya di atas kompor. Tunggu mendidih. Ck. Lebih baik ia menumbuk taring ular sambil menunggu. Diraihnya alat penumbuk, lalu dibenturkannya kuat-kuat ke arah si taring ular. Namun, alih-alih hancur, taring ular tersebut bergeming, sementara tangan kanan Nat terasa dialiri listrik. Refleks, ia terlonjak, meringis dan memijat tangannya yang kebas. Damn.

Mendecakkan lidah kesal, ia membanting taring ular tersebut ke lantai, kemudian menginjak-injaknya. Oke, cukup berhasil. Tanpa membuang waktu, ia beralih pada timbangan, menakar 450 gram siput bertanduk dan 6 gram bubuk taring ular--well, miliknya tidak berbentuk bubuk juga sih--kemudian menceburkan kedua bahan tersebut ke dalam kuali, disusul 3 lembar jelatang. Ia mengaduk 15 kali searah jarum jam sesuai instruksi, dan menyeringai puas saat melihat warna ramuan miliknya perlahan berubah menjadi hijau tua. Great. Sampai sini sukses. What's next?

Matikan api. Nat mematikan kompor, menunggu sebentar sebelum memasukkan duri landak. Ramuan di hadapannya berdesis, menguarkan asap kelabu. Tunggu. Sepertinya ada yang janggal. Nat membaca ulang instruksi. Ah. Langkah nomor tujuh terlewat. Bodoh kau Nat. Dengan cuek Nat menambahkan 3 kali adukan berlawanan arah jarum jam. Apa jadinya, eh? Masa bodohlah.

Asap kelabu semakin menjadi, membuatnya terbatuk, matanya perih. Argh. Nat menyambar botol kristalnya, kemudian memasukkan sampel ramuan ke dalamnya secepat yang ia bisa. Setelah beres, ia menutup botol dengan tutup gabus, melangkah ke depan kelas, mencari celah di antara kerumunan siswa lain yang tengah berdiri di sekeliling meja Profesor Slughorn, dan meletakkan ramuannya di meja. Done. Nat menghela napas lega. Huft. Omong-omong, warna ramuannya tadi kuning, bukan hijau pucat. Well, tidak peduli.

(OOC : Credit to Potion Cauldron)

Labels: ,


3:56 PM