Saturday, August 29, 2009

4-4-2-#5

[Wasit]
"Tidak, Amanda." He? Tidak boleh? Dia tidak boleh ikut main? Amanda membuka mulut untuk protes, namun segera mengatupkannya kembali saat mendengar Nathaniel melanjutkan kalimatnya, "Dan please, aku sedang tidak ingin berdebat, oke?" Gadis itu memandang sepupunya tak percaya. Kenapa tidak boleh? Ia merengut, melipat kedua tangan di dada, kaki mengetuk-ngetuk rerumputan. Kesal. Kemampuannya bermain sepakbola tidak jelek-jelek amat. Well, tapi begitulah. Ia tidak pernah mampu membantah Nat. Ralat, bukan tidak mampu, hanya saja ia memang sudah terbiasa mengalah. Ya sudah.

Amanda melempar pandang ke sekeliling lapangan. 5 anak laki-laki termasuk Nat. Seorang anak lelaki berbaju biru dan celana pendek putih datang, berkata bahwa ia ingin ikut serta. Mata Amanda melebar tak percaya ketika mendengar Lazarus mengucapkan 'aku ikut'. Serius nih? SERIUSS? Oke, berlebihan. Tidak mengherankan sih jika seorang anak laki-laki berminat untuk bermain sepakbola. Yang akan membuat permainan sepakbola kali ini akan menjadi seru adalah keikutsertaan Larry dan Lazarus. Apa jadinya ya? Prediksinya, mereka berdua tidak akan mau bekerja sama. Eh, ataukah sebaliknya--seperti di kelas astronomi? Kita lihat saja.

Ada Arvid. Mallandrt. Ah, senior Theo juga. Ditambah Marius. Great. Amanda mengulum senyum. Sepertinya bakal seru. Dalam waktu singkat para pemuda cilik di hadapannya telah membentuk tim dan formasi. 5 orang tiap tim, eh? Cukup, mengingat ukuran halaman berumput yang terhampar tak terlalu luas, bahkan sepertinya tidak mencapai 25 kali 15 meter--ukuran standar minimal sebuah lapangan futsal. Tak lama kemudian seluruh personil pertandingan telah mengambil posisi masing-masing, Nat dan Arvid sebagai sentral. Fine, let's see. Jika dilihat dari sini, yang dapat Amanda tangkap adalah : sepupunya akan bertanding bersama Arvid, Lazarus, Mallandrt, dan senior Theo. Ck ck, Slytherin mendominasi. Sementara tim seberang terdiri dari sahabat baiknya, Larry; dua orang berparas Asia, junior dan senior; anak lelaki berbaju biru dan Marius. Gadis itu terdiam, memperhatikan Nat yang terlihat bersiap melakukan kick off. Ah, ia iri. Ia ingin ikut main...

Keningnya berkerut saat melihat sepupunya berlari ke arahnya alih-alih memulai pertandingan. Ada yang tertinggal? "Amanda. Kau. Jadi wasit, oke? Oh, but please, just stay here." Wasit? Dia? Jadi wasit? Amanda bengong, menatap peluit hitam yang kini berada di tangannya. Yang benar saja. Sejak kapan Nat jadi otoriter begini sih? Sama sekali tak memberi kesempatan padanya untuk menolak. Huft, calm down, Amanda. Lagipula kekecewaan Nathaniel adalah hal terakhir yang ingin ia lihat. Menyadari bahwa para pemain sudah siap, ia mengangkat peluit, menghela napas pasrah, dan meniup benda itu keras-keras.

PRIIIITT!

Just let the match begins. Para pemain bersenang-senang, sedangkan ia susah. Huh. Bukan, bukan karena ia tak mengerti peraturan sepakbola, atau kesulitan karena harus memancangkan mata mengamati pertandingan tanpa berkedip, bukan itu. Lebih cenderung kepada tekanan batin sebenarnya. Ditilik dari pembagian tim, satu statement sudah jelas. Nat versus Larry. Kalau begini yang akan terjadi adalah Amanda akan diam saja, berpura-pura jadi patung. Daripada dianggap memihak dan di akhir pertandingan harus menerima tatapan sinis dari salah satu dari mereka. Atau bahkan dari keduanya. Argh, Amanda tidak akan tahan jika benar itu yang akan terjadi. Tapi. Nathaniel sudah memberikan kepercayaannya, rite? Otomatis anak laki-laki tersebut telah memikirkan akibat baik dan buruk yang akan timbul atas keputusannya menjadikan Amanda wasit. Yah, baiklah. Do her best saja deh. Doakan agar ia tidak memihak. Amin.

Well, kembali ke pertandingan. Operan pertama diberikan kepada Arvid, dan diteruskan kepada Mallandrt. Ah. Amanda hampir saja meniup peluit ketika melihat sang senior Asia men-tackle Mallandrt, membuat bola terlepas dari penjagaan siswa Slytherin itu untuk sesaat. Ternyata tacklenya bersih. Bukan pelanggaran. Bagus. Entah bagaimana caranya kini bola telah berada di kaki Lazarus, pemuda tersebut menendang--asal-asalan, mengharuskan Nat kembali ke belakang untuk menjemput bola. Dan... sepupunya menendang. Ditangkap dengan mudah oleh Marius. Sial. Hei, hei, tuh kan. Ya, ya, tidak boleh memihak.

Marius menggiring bola--membuat Amanda menaikkan kedua alisnya, tidak menyangka--dan melakukan tendangan lambung. Yang menerima adalah... Larry. Wohoo. Sahabatnya menendang, tepat menuju gawang. Oh. So, what's next? Semuanya kini ada di tangan senior Theo.

(OOC : Maaf, Amanda nggak merhatiin penonton =9)

Labels: ,


6:24 PM