Saturday, August 29, 2009

4-4-2-#4

[Tim Myself Nat - Midfielder]
Nostalgia. Hm... Apakah benar dapat dikatakan begitu? Well, yang pasti semangat yang tengah dirasakan Nathaniel saat ini hampir sama dengan semangatnya saat bertanding dan berlatih di akademi--dulu. Catat, hanya hampir, tak ada yang dapat menggantikan saat-saat berharga tersebut, apapun itu. Ia tersenyum puas ketika melihat operannya diterima dengan baik oleh seniornya--si pegawai magang--dan diteruskan kepada rekannya yang lain--seorang gadis kelihatan berseru memanggil namanya. Mallant, eh? Atau Mallandrt? Masa bodohlah.

Ah. Sial. Nat mendecakkan lidah ketika melihat Chiaki berhasil memotong pergerakan Mallandrt dan menguasai bola--untuk sesaat. Seringai kembali bertengger di wajah anak laki-laki itu saat bola entah bagaimana caranya sukses digulirkan tepat menuju Lazarus. Fine, sampai sini sudah benar. Sekarang masalahnya adalah, mampukah senior ular tersebut mengontrol bola dengan baik? Tampang datarnya amat tidak meyakinkan. Nat memicingkan kedua matanya, mengamati dengan sedikit harap-harap cemas. Oh ya, Lazarus mampu, ia dapat melihat itu. Tapi--for God's sake--kemampuan menendang bola pemuda tersebut ternyata lebih buruk dari kemampuannya menerima. Bola meluncur menyusur rumput tak jelas tujuannya. Gawat. Nat mendesah, menyadari bahwa ia harus kembali ke belakang lagi untuk menjemput bola. Ia berlari menghampiri bola yang tak bertuan, kemudian tanpa basa-basi kaki kanannya menyambar sang benda keramat dengan cekatan, bersyukur tak ada seorang pun yang mendahuluinya. Dari sudut matanya Nat melihat siluet beberapa gadis tengah berdiri di tepi area permainan, dekat pohon, salah seorang dari mereka mengangkat sebuah--kertas? Tidak, ia tak sempat membaca tulisan yang tertera disana. Wohoo, banyak yang menonton, eh? Ia baru sadar.

Nat memutar tubuh. Dan memulai sprint seraya mendribbling bola. Yeah, this is what he call football, dude. Dengan lincah ia bergerak, berlari dengan cepat sementara kedua kakinya sibuk memberikan sentuhan putus-putus pada bola, mempertahankan agar kuasanya terhadap benda itu tak hilang. So, what's next? Kedua matanya bergerak liar mencari celah di antara para pemain lawan, celah untuk... meneruskan bola. Sayangnya striker timnya, sang pegawai magang--Corleone namanya, ia baru ingat--tengah dijaga ketat oleh Joong dan Sullivan. Mau ambil resiko? Jadikan itu pilihan terakhir. Coba cari opsi lain. Mallandrt tengah bebas, namun posisinya tak menguntungkan, terlebih lagi Chiaki masih eksis di dekatnya. Nat mengerjapkan mata, menatap penjaga gawang lawan dengan tatapan setengah bingung. Berpikir cepat, Nat. Lawan dapat mengambil tindakan tak terduga kapan saja.

"Dengarkan aku, Gladstone. Pengambilan keputusan adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh para pemain, dalam kasus ini adalah dirimu. Dalam permainan sepakbola, pemain yang dengan cepat mengambil keputusan dan benar, akan menjamin aliran bola yang cantik dan cenderung akan menyulitkan lawan. Apakah kau mengerti, Nak?"
"Ya, Pelatih. Tapi, Sir... Bukankah keadaan akan menjadi sulit saat pemain lawan menghadang?"
"Semua tergantung padamu. Percayakah kau pada dirimu sendiri? Keragu-raguan sama dengan sebuah kekalahan telak, camkan baik-baik kata-kataku, Gladstone."
Nat terpekur, mengangguk. Right, that's the question. Percayakah ia?


He must make a desicion. Nathaniel melempar pandang bergantian ke arah penjaga gawang beberapa meter jauhnya di depan sana dan bola di kakinya. Come on, mana yang kau pilih? Pass? Or... Shoot? Pilihan tak pernah tidak berkawan dengan resiko, begitupun kedua pilihan tersebut. Pass memiliki resiko yang lebih tinggi, mengingat bek lawan sepertinya telah menguasai peran mereka dengan baik. Sedangkan shoot? Oh, well, ia ingin--tapi bagaimanana kalau...

Baiklah. Menghela napas, Nat mendribble bola dua langkah ke depan, berkonsentrasi pada area di sekeliling kiper, mencari titik yang dapat dituju. Ah, gawang tidak tersedia. Hal ini sungguh mempersulitnya untuk memprediksi jangkauan tendang, keraguan menelusup jauh lebih dalam. Tetapi bagaimanapun situasinya, he must do this. Kaki kanannya menjejak rerumputan dengan kuat, kaki kirinya terangkat ke belakang--oh ya, ia pemain kidal. Ancang-ancang telah diambil, mate. Dan detik berikutnya, tendangan melambung telah dilaksanakan, bola meluncur lurus ke arah sang penjaga gawang. Nathaniel menahan napas. Masuk-kah?

(OOC : Menendang langsung ke gawang, dari jarak sekitar 8 meter.
Mengenai gawang: maap, gw baru inget meskipun tidak ada gawang, area gawang adalah 2,5 meter panjang alas, 2 meter tingginya. Silahkan bayangkan sendiri. Atau mungkin bagi para penjaga gawang dapat menciptakan gawang sendiri atau memberikan batas? =9 CMIIW)

Labels: ,


4:26 PM