Thursday, June 11, 2009

Preparing For...

"...yang mana? Yang itu atau yang ini?"

Angkat bahu.

"Anak pintar, jangan sungkan. Ayolah. Phineas atau Armando? Atau mungkin Albus?"

Oh, astaga.

Menghela nafas sekali lagi, disertai gerakan memejamkan mata sekilas. Berapa menit? Tiga menit. Sudah tiga menit berlalu semenjak sepasang kakinya menjejak di atas lantai pualam ini, disini. Ck. Kelereng kecokelatannya kembali terfokus, menatap satu titik di hadapan--Fat Lady. Lukisan itu--tengah dalam keadaan abnormal, kalau kau mau tahu. Nathaniel bersedekap, menyandarkan sebelah bahunya ke dinding terdekat, bola sepak di kaki. Sampai kapan ia harus menunggu, ha?

Deskripsi--baik. Pigura tak asing. Singgasana terbaik sang Nyonya Gemuk tentu tak pernah berubah dalam hal latar belakang. Hanya saja, saat ini personil karya seni itu telah bertambah. Seorang wanita usia lima puluh tahun-an dengan setelan zaman Perang Dunia kedua tengah bertamu, dan telah berceloteh tanpa henti semenjak lima menit yang lalu, memberi imbas luar biasa menjengkelkan bagi si anak lelaki Gryffindor disana. Kata kunci yang digaungkannya lebih dari tiga kali tak mendapatkan gubrisan sedikitpun. Nice. Dan detik ini sang wanita jaman-dulu itu melempar pandangan lekat ke arahnya, menunggu jawaban. For Merlin's sake, yang benar saja.

Ia berdeham. "Madam--"

"Ya? Ya?"

"Tidak tahu."

Desahan kecewa terdengar dari dua sisi bibir bergincu tebalnya. "Kalau begitu, jangan izinkan ia masuk, dear Fat Lady." Wanita tua itu melengos, dan taruhan, Nat melihat cibiran samar terpampang di wajah keriputnya. "...tidak ketiganya, mungkin, Lady. Hm, dengar-dengar sih, Sir Cadogan punya wajah jauh lebih tampan--"

Sudah. Cukup.

Nathaniel mencabut tongkat sihirnya, berdeham sekeras yang ia mampu dan mengangkat Elder dalam genggamannya sejajar dengan dada, menatap tajam penuh arti ke arah kedua wanita dalam lukisan--ia sedang tak ingin bercanda. Dan ia benci menunggu. Serius. "Scaramoure." Bersyukurlah karena password asrama tak identik dengan mantra pengubahan dalam transfigurasi--jika tidak, mungkin tongkatnya telah bereaksi saat ini. Well, apapun. Yang terpenting, gertakannya mempan. Ia kembali menyelipkan tongkatnya ke balik saku, memungut bola dan melangkah seraya menyeringai saat lukisan di hadapannya--akhirnya--mengayun terbuka, disertai teriakan 'tidak-sopan-dasar-anak-zaman-sekarang' yang melengking membahana di belakangnya. Tidak dengar.

Memanjat lukisan dan mengacak rambut hitamnya, ia menghela nafas perlahan, merilis rasa lelah yang melanda--fatigue. Sedikit mengherankan, harus diakui. Hanya berlatih, FYI, juggling dasar, disertai percobaan swerve shot berulang kali. Itupun tak pernah ia kuasai dengan baik bahkan hingga senja menyentuh bumi--tetapi kakinya mulai memberontak, pegal luar biasa. Karena tak pemanasan atau bagaimana, eh? Tidak tahu. Yang ia tahu saat ini hanyalah tubuhnya berbisik ingin tidur, tak peduli dengan jam makan malam yang akan menyambut sebentar lagi.

Jejaknya melambat. Satu lagi yang membuat kejanggalan hari ini berada di atas titik normal--ruang rekreasi ramai. Penuh sesak. Ia ketinggalan sesuatu? Memutuskan untuk mematuhi rasa penasarannya, Nat melempar pandangan ke seantero ruangan dengan kerutan di dahi, mencoba menemukan sesuatu yang mampu memberinya informasi. Dan disana--siluet secarik perkamen terekat diatas sebuah lukisan layaknya pengumuman eksklusif, menawarkan apa yang dicarinya. Melangkah mendekat, matanya bergerak cepat membaca tiap-tiap kalimat yang tergurat, diiringi gerakan mengangkat kedua alis, semakin lama semakin tinggi. Ditutup dengan dengusan tak percaya. Blind date? Wohoo. Tersirat, semua warga Gryffindor wajib ikut. Hm.

Yang terpikir dalam benak? Marvil.



Dan mengapa hanya Gryffindor?

Oh my. Kau mulai sinting, Gladstone. Anak lelaki empat belas tahun itu menggelengkan kepala, menertawakan diri sendiri. Marvil tidak ada disini, bodoh. Sayang sekali. Ia berputar, bersandar pada dinding di belakangnya sementara jemarinya memutar sang bola sepak. Berpikir, Nak. Ikut, atau tidak? Well, kira-kira apa yang akan ia dapatkan jika tidak turut serta? Sebuah kerlingan lagi-lagi mendarat di atas perkamen di dinding--dan Nat menelan ludah. Ciuman senior Claymer? Oke, berpartisipasi dalam kencan buta nampaknya tak terlalu buruk.

Mengamati selama beberapa saat, Nat mengeluarkan selembar robekan perkamen kusam dari saku, juga sebatang pena bulu--kebiasaan buruk yang menguntungkan, menyimpan sampah perkamen dan lupa membuangnya--kemudian mengikuti apa yang orang-orang lakukan. Menulis. Dengan presentase keraguan lima puluh persen.


Nama : Nathaniel Gladstone
Gender : Male, of course
Kelas : Tiga

Dalam sekali sentak melemparkannya ke dalam kotak. Done. Mencoba sesuatu yang berbeda di tahun ketiga sepertinya menarik. Hope... so. Toh tidak akan melakukan apa-apa, rite? Keluar dari jalur pemikirannya yang kaku akan memberikan sesuatu yang tak mampu diprediksi. Dan itu yang tengah ia cari, mengenyahkan hari penuh kebosanan dan hal-hal datar. However--

--Amanda pasti menertawakannya.

Labels: ,


3:10 PM