Wednesday, May 13, 2009

Fidget-#2
Tidak ada.

Sekali lagi, bersama kejenuhan serta kekhawatiran yang terus bergulir, kedua lapis lensa kecokelatan milik sang anak lelaki berulang kali bergerak menyapu penjuru ruangan, mencoba menemukan seseorang atau sesuatu yang ia kenal. Sejauh ini yang ditemukan--nothing. Ralat, ada. Jauh di seberang sana, di balik konter berdebu yang disesaki antrean panjang pengunjung--termasuk Leander, terdapat para pegawai magang, eh? Tidak kenal. Ia butuh seseorang yang ia kenali, bukan hanya sekedar tahu. Dan kriteria tersebut belum terpenuhi hingga saat ini. Yang terpampang di hadapannya, sebagian besar adalah para pribadi cilik yang berlalu lalang, sibuk dengan urusan masing-masing, berteriak-teriak bising ataupun berkerumun dalam kelompok-kelompok kecil Ck.

Calon juniornya, eh?

Tidak tahu. Dan juga tidak perduli. Calon murid Hogwarts ataupun bukan, yang pasti salah satu dari mereka saat ini tengah menghampirinya.

Nathaniel mengangkat satu alisnya, menatap anak lelaki di hadapannya acuh. Bukankah plang Leaky Cauldron tergantung besar-besar di depan, ha? Tidak lihat atau bagaimana? Ia mengangguk singkat, sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan kedua yang sampai ke telinganya. Refleks, Nat mengerling pakaian yang dikenakannya--polo shirt dan celana jeans denim--fine, so muggle. Salahkan komunitas dimana ia tinggal, menyebabkan hal-hal yang berkaitan dengan muggle berkawan erat dengan dirinya, membuat seorang Nathaniel Gladstone tak tampak seperti penyihir. But he is.

"Keberatan kalau aku bergabung di sini?"

Nat menatap lekat anak lelaki di hadapannya--sebelas tahun menurut prediksinya--masih bersedekap, berusaha menilik apakah orang asing tersebut berbahaya atau tidak. Kewaspadaan itu bertambah, mate. Levelnya bertingkat sehubungan dengan keempat serangan yang menimpa sepupunya. Dirinya kelihatan tak ramah, oke, memang. Tak perlu protes. Hm, kelihatannya sih anak lelaki baik-baik. Ia mengacak rambut hitamnya. "Tidak. Tidak perlu bertanya, sebenarnya," ujarnya, mengangkat bahu. Situasi ini. Mirip dua tahun yang lalu, dimana dirinyalah yang berperan sebagai sang anak kecil sebelas tahun, menghampiri meja dengan anak lainnya yang tak dikenal. Dan saat itu keramahan yang dilontarkan ke arahnya.

Well, sayangnya ia tak terbiasa bersikap seperti itu.

Berdeham, Nat berpindah ke kursi sebelah pinggir, kemudian menegakkan posisi duduknya. "Hogwarts, eh?" Pertanyaan standar, menebak saja. Jika prediksinya benar, berarti saat ini dirinya tengah menghadapi sang calon junior. Great, let's see. "Nathaniel Gladstone, by the--ARGH!" Perkenalan diri dengan interupsi luar biasa mengejutkan, menghadirkan denyutan keras di kaki kanannya. SIAPA SIH? Ia meringis, secara spontan menoleh sengit, mencoba mencari tahu pelaku--

Ha-ha. Seorang gadis. Menginjak kakinya. Lagi.

Nathaniel menahan emosinya mati-matian, memejamkan mata kesal sambil membungkuk dan mengusap-usap kaki kanannya yang masih terbungkus sepatu, sama sekali tak peduli dengan permintaan maaf yang diserukan gadis cilik tidak-punya-mata itu. Tak ada gunanya meminta maaf, tahu. Toh sudah terlanjur. Yang saat ini sedang benaknya lakukan adalah berusaha tidak memvisualisasikan amarahnya, mencoba tidak membentak, tidak berlaku kepada kepada seorang anak perempuan. Tidak. Jangan sampai. Ia menarik dan menghembuskan nafas berulang kali, berusaha menstabilkan tensi, sebelum akhirnya bergumam gusar, "Lain kali hati-hati, Nona."

Tidak etis membuka sepatu di tempat ini, sial. Pemuda Gryffindor itu menggerakkan kakinya dengan tak nyaman, masih disertai ringisan. Bodoh, rasa nyerinya keterlaluan. Apa sih yang anak itu pakai? Sekali kerlingan, dan dirinya mendengus tak percaya. Itu--for God's sake, apa-apaan? Seorang gadis cilik dengan sepatu boot berhak extremely tinggi, runcing pula? Ck ck, korban mode.

Mencoba untuk tak terlalu peduli, Nat kembali bersandar pada punggung kursi, berpura-pura tak merasakan nyeri yang mendera kaki kanannya. Kalau sampai terluka--lihat saja.

Ngomong-ngomong, kejadian barusan mengingatkannya kepada seseorang. Seseorang yang selalu mengganggu benaknya akhir-akhir ini. Seseorang, yang selalu membuat kardionya berderap satu ketukan lebih cepat, bahkan hanya memikirkannya.

Aurore Petrabella Marvil, dimana kau, eh?

Labels: ,


11:02 AM