Sunday, May 10, 2009

Fidget-#1

Payah.

"Sendiri saja, kenapa sih?"
"Tidak, Nathaniel. Kau--pergi bersama Leander."
Anak lelaki itu mengerang. "Aku BUKAN anak kecil lagi, Dad!"
"Terserah. Ya, atau tidak sama sekali."
Nat mengerling Leander, sang kakak sepupu, yang tengah berkutat dengan kemeja Muggle berwarna hitam, sementara topi baseball biru tua telah bertengger santai di atas kepala pria dewasa tersebut. Menyamar, eh?
"Penyamaran yang buruk, bro," lontarnya seraya mendengus samar, sudut bibirnya sedikit terangkat--menyeringai. Namun segera terkatup ketika tatapan tajam sang ayah melesat dan menusuk, membuatnya terdiam. Kan, salah lagi.
Ia mengangkat bahu dengan acuh, mengindikasikan persetujuan tanpa minat. Terserah deh, Dad. Apapun asal dirinya diizinkan pergi ke Leaky Cauldron. "Well, jangan larang aku beli es krim, oke?"



Debu ini. Bikin kesal saja. Panas terik mampir lagi, selalu hadir tanpa mau tahu situasi. Nathaniel berdecak, mengucek mata kanannya yang dikunjungi elemen tanah berbulir kasar tersebut. Jalan di pusat kota London selalu sama di musim panas, menghadirkan peluh yang menetes deras membasahi sekujur tubuh. Hari ini pun tak berbeda. Kelereng kecokelatan miliknya melirik si sulung Steinhart, sedikit mengamati penampilan baru sang pemuda. Kewaspadaan tingkat tinggi, ya, menuntut penyamaran habis-habisan. Bukan bersembunyi, Nat tahu, hanya tak ingin terjadi serangan lagi. Apalagi untuk hari ini, dimana akan hadir sosok yang akan kembali mereka berdua temui setelah sekian lama--dua minggu itu lama, tahu.

"Ingin segera bertemu Amanda, eh, Leander?" Nat berseru singkat, kedua tangannya dalam saku sementara sepasang kaki berbalut kets putih berayun cepat. Senyuman terbersit di wajah pemuda di sampingnya, membuat anak lelaki tiga belas tahun itu kembali menyeringai. Tentu saja. Di samping alasan 'dunia sihir sedang dalam puncak bahaya' ala Dad, fakta bahwa seorang Amanda Steinhart akan menemui mereka di Leaky Cauldron tak diragukan lagi menjadi sebab mengapa Leander amat bersikukuh menawarkan diri mengantarnya ke Diagon Alley. Well, sejujurnya, jika pertanyaan yang ia lontarkan barusan berbalik dan diajukan untuknya, jawabannya pun ya, dengan huruf besar. Perlengkapan tahun ketiga urusan belakangan, bertemu sepupu yang tak ditemuinya selama libur musim panas menjadi prioritas, tak perlu ditanya. Bagaimana kabar gadis itu, hm? Apakah Baned memperlakukannya dengan baik? Tidak? Lihat saja.

Pintu masuk berderit terbuka, merilis bunyi yang membuat Nat meringis tak nyaman. Leaky Cauldron--Kuali Bocor, ramai seperti biasa, terutama dalam rentang waktu mendekati awal tahun ajaran baru Hogwarts. Ia terbatuk sekali, bersungut-sungut merutuki pilihan tempat yang tak kondusif, mengedarkan pandang ke seantero ruangan. Tak banyak yang memutuskan untuk memesan minum dan duduk, kelihatannya. Beberapa set kursi-meja kosong tak berpenghuni, seakan memanggilnya untuk duduk. Memang itu yang akan dilakukannya, segera. Nat menepuk bahu Leander, menggumamkan permintaan tolong untuk memesankan segelas butterbeer, kemudian menunjuk sebuah meja kosong di samping jendela paling ujung. Setelah mendapatkan konfirmasi berupa anggukan, ia mulai melangkah melintasi ruangan, menyusuri jalan yang diapit meja-meja tua, mengacuhkan oknum-oknum penebar kebisingan yang tak sengaja ia lewati. Berisik. Maka dari itulah ia memilih sudut terpencil ruangan, tak ingin terganggu. Ada beberapa hal yang hendak ia pikirkan baik-baik.

Menghenyakkan diri di atas kursi tua berdebu, Nat kemudian bersandar seraya bersedekap, sementara pandangan kedua matanya terlempar ke luar jendela dan berkelana tak terfokus. Biarkan benaknya berpikir sejenak, membunuh waktu selagi menunggu Leander yang tengah berkutat dengan antrean panjang melelahkan di sana. Yang menyita pikirannya saat ini tak lain tak bukan adalah masalah penyerangan berturut-turut yang mengancam keluarganya, memporakporandakan bangunan rumahnya. Dan pelakunya masih berkeliaran dengan bebas di luar sana. Great. Apa yang bisa ia lakukan? Tidak ada. Tak ada kontribusi yang berguna darinya, bahkan ketika serangan keempat terjadi di depan matanya saat libur musim panas lalu. Bodoh. Sampai kapan Leander akan terus diincar, ha? Apakah Amanda akan terpaksa dipindahkan ke tempat lain lagi pada musim panas tahun depan? No way.

Anak lelaki itu menghela nafas, kali ini tatapannya berkeliaran menilik ruangan. Seseorang yang dikenal mungkin bisa menghancurkan rasa frustasinya. Adakah?

Labels: ,


3:16 PM