This Is My Promise to You-#3Sudah ia duga bakal begini. Atmosfer tak menyenangkan selalu hadir dalam dua kali pertemuan antara Amanda dengan pemuda di hadapannya, kecanggungan tak mampu ditepiskan. Gadis itu mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah, benar-benar berharap keheningan dapat segera terpecahkan, perkara diselesaikan, dan ia dapat berjalan keluar pintu lalu pulang. Harapan yang tak berlebihan, rite? Hanya saja harapan tersebut akan terlihat sulit untuk direalisasikan jika yang kau hadapi adalah seorang Jason A. McKay--well, setidaknya begitulah yang selama ini Amanda tangkap. Pendapatnya salah? Fine, buktikan kalau begitu.
Kedua alisnya terangkat saat senior McKay menyorongkan gelas butterbeer yang masih penuh dan sebuah bungkusan bersampul cokelat, seakan mengisyaratkan bahwa pemuda itu
memberikannya. Atau memang benar begitu, eh? Coba kita lihat. Amanda tercengang mendengar kalimat yang kemudian terlontar dari mulut senior Ravenclawnya tersebut. Butterbeer di atas meja itu untuknya? Raut wajah Amanda sedikit melunak setelah menyadari fakta mengejutkan tersebut, meskipun rasa tak percaya masih terselip di hati. Yah, tak menolak, sih. Kebetulan ia haus. Tapi jujur, aneh. Ia tak pernah mengerti jalan pikiran senior McKay, sungguh. Kadang terlihat amat ketus bahkan kejam--maaf, cuma pendapat--tetapi di lain waktu bersikap sebaliknya, dan perubahan tersebut bisa dikatakan terjadi secara tiba-tiba. Ck, tidak konsisten.
"Dan yang satunya, buka saja sendiri." Kali ini sepasang alis Amanda bertaut di tengah-tengah, pertanyaan-pertanyaan berseliweran di benaknya, rasa bingung menyeruak. Apa ini? Tatapannya bergulir bergantian dari wajah pemuda di seberang meja dan benda entah-apa-itu di depannya. Mari kita tilik sejenak. Bentuk benda tersebut adalah persegi--err... ralat, balok. Tebal dan padat. Hm, sepertinya sedikit banyak ia bisa menebak...
Please, buka saja, jangan berlama-lama, Amanda.
Ya, tentu. Amanda meraih bungkusan itu dengan tangan kanan, melirik senior McKay sekilas, kemudian dengan perlahan mulai membuka bagian bungkusan yang terekat. Coba dipikir, tak ada angin, tak ada hujan, tak ada badai, seorang senior yang ia yakini memiliki rasa tidak senang terhadapnya, memberi hadiah? Impossible. Pasti ada sesuatu yang memaksanya untuk melakukan hal tersebut. Sesuatu yang mendesaknya atau mendorongnya melaksanakan--seperti apa yang senior McKay sebut di dalam surat. Janji. Well, Amanda tak pernah ingat seniornya itu pernah mendeklarasikan sebuah janji.
Done. Sampul yang membungkus telah terbuka dengan sempurna. Tanpa sadar menahan nafas, Amanda menarik benda yang sedari tadi menjadi pertanyaan di benaknya. Oh ya. Sesuai prediksi.
Buku Rune.
Ia mengangguk samar, lebih kepada dirinya sendiri, paham. Tentu saja, seperti dugaannya. Hanya buku Rune itulah yang dapat menjadi alasan pertemuan di Leaky Cauldron ini dilangsungkan, tak ada kemungkinan lain yang terlintas. Amanda tersenyum dalam hati, entah mengapa kelegaanlah yang hadir. Namun yang membuatnya heran, dua tahun yang lalu seingatnya ia telah berkata bahwa senior McKay tak perlu mengganti bukunya yang rusak. Tapi? Wohoo, baik hati sekali. Yah, ia bukan orang bodoh yang menolak pemberian seberharga itu. Lagipula bukankah sang senior akan kecewa jika ia tak menerima pemberian sekaligus bentuk tanggung jawabnya?
"Um... Terima kasih banyak, Senior," ucapnya singkat.
Dan semoga kau benar-benar memberikannya dengan sukarela.Labels: Steinhart, This Is My Promise to You