Wednesday, April 8, 2009

Bulir-bulir bening meluncur mulus secara vertikal, saling berlomba, bersaing untuk menjadi yang tercepat menyentuh permukaan tanah. Amanda berlari pasrah, merutuki kebodohan dirinya yang tak mampu membaca raut wajah sang cuaca setengah jam yang lalu, sehingga kini ia harus menerima nasib terjebak di bawah hujan deras. Bersamaan dengan demam yang melanda pula. Gadis Ravenclaw itu terbatuk, nafasnya terhela dengan susah payah. Dingin. Terus berusaha mencapai kastil dengan segenap kemampuan yang ia miliki, Amanda menundukkan kepala, langkah gontainya menapaki rerumputan hijau basah.

Mengapa waktu kunjungannya ke Owl-ry malah disambut oleh sang hujan? Ck. Sudah lama ia tak bersua dengan Proteus--burung hantu elang semata wayangnya--entah berapa lama. Dan saat waktu luangnya ia relakan untuk berkunjung, malah... Ironis memang, mengingat Nathaniel telah berulang kali melarangnya untuk pergi keluar kastil hari ini, namun karena tak ditopang dengan alasan yang konkrit--sepupunya itu hanya mengatakan 'entah, firasatku tidak enak' saat ditanya mengenai alasan--maka Amanda sedikit acuh dan tetap pergi. Begitulah. Firasat anak laki-laki dua belas tahun itu sepertinya tepat.

Gemetaran. Kastil terasa beratus kali lipat lebih jauh dari yang seharusnya, menyiksa kaki dan tubuhnya. Cepatlah. Aula depan kastil mulai terlihat. Syukurlah. Ia menunduk lebih dalam, menahan angin yang berhembus kencang. Hujan bertambah lebat, menyiraminya dengan air bersiluet kemerahan.

Eh?

Mengerutkan kening, Amanda meraba hidungnya. Astaga. I-ini... Sedikit terperangah, ia kembali menyentuhkan telapak tangan kanannya ke bagian atas bibirnya, merasakan sesuatu yang hangat mengalir. Darah. Ia mimisan.

Toilet
Derap langkah bergaung nyaring, ceceran air menggenang dimana-mana, hasil langkah sang gadis. Great, Filch will kill her soon. Amanda berlari, benaknya mencoba menenangkan hatinya yang tak keruan. Jujur, ia panik. Ia tak pernah mimisan sebelum ini. Sama sekali. So, ada apa ini? Ia segera menerobos masuk ke dalam tempat yang ia tuju--Toilet Myrtle Merana di Lantai Dua, FYI--lokasi pertama yang hadir di benaknya. Bukan Hospital Wing, tentu saja bukan. Gadis itu benci rumah sakit. Dan ia benci membesar-besarkan masalah. Mimisan bukan hal yang patut dipermasalahkan, rite?

Setelah berada di dalam salah satu bilik bobrok, Amanda memutar keran, mengalirkan air dan membasuh hidungnya. Cairan merah pekat menetes ke lengan kemejanya, membuat ia berdecak gelisah. Berhentilah, ia mohon... Dua menit kemudian permohonannya terkabul. Thank God. Dengan rasa pening yang luar biasa, Amanda melangkah keluar bilik, tertegun saat menyadari ada orang lain yang telah terlebih dahulu hadir disana. Seorang gadis--Lessworth, teman seasrama dan seangkatannya--dan... Wew, dua pemuda. "Excuse me, guys. Apakah kalian tak tahu bahwa ini adalah toilet anak perempuan?" serunya serak. Please, jangan sampai kejadian setahun yang lalu kembali terulang.

Labels: ,


11:07 PM