Thursday, April 9, 2009

Shape of My Heart-#2

Kebetulan itu--nothing. Tidak ada.

Percayakah kau ketika sebutir apel jatuh dari pohon induknya dan menimpa kepalamu, itu bukanlah kebetulan? Atau ketika kau berpapasan dengan Filch dan kucingnya di koridor lantai tujuh saat kau memutuskan untuk mengabaikan peraturan dan berkeliaran di atas jam malam, hal tersebut juga bukan kebetulan semata? Atau ketika kau terkena mantra nyasar saat tengah berkonsentrasi merapal di dalam kelas mantra, itupun tak tepat jika disebut kebetulan?

Amanda tak percaya akan adanya sebuah situasi berlabel kebetulan. Tidak, tak ada yang namanya kebetulan dalam hidup--setidaknya begitulah doktrin yang telah tertanam dan berakar di benaknya sejak menginjak usia belia. Begitulah cara Paman Amethyst mendidiknya, mengajarkannya untuk senantiasa menangkap arti sesungguhnya dari suatu peristiwa yang terjadi, mempelajarinya, mencari sesuatu yang dapat memberi makna pada kehidupan serta agar kesalahan yang ada tak terulang lagi di kesempatan berikutnya. Camkan baik-baik, kawan-kawan. Kebetulan itu : tidak ada. Segala hal yang terjadi di kehidupan kita, secara keseluruhan telah diatur sejak awal. Orang-orang lebih senang menyebutnya dengan satu kata. Takdir.

Desau angin terus menerabas tubuh sang gadis, membuat rambut kecokelatannya terangkat dan menari abstrak. Menghela nafas, kedua matanya bergerak mengikuti perkamen surat yang masih berkutat dengan angin, pasrah kemanapun dirinya terbawa. Amanda tetap diam di tempat, tak ada niatan untuk mengekori benda tersebut ataupun mengejarnya--toh tak ada siapapun di tempat ini selain dirinya seorang, rite? Jadi tak perlu khawatir, hanya tinggal berharap perkamen itu diangkat oleh angin, berubah haluan sedikit ke timur, kemudian jatuh ke bawah jembatan. Nice, bahkan ia tak perlu melakukan hal itu sendiri. Masih menggenggam daun kering yang telah baik hati menemaninya saat ini, posisinya kini berbalik, punggung bersandar pada pembatas jembatan, tatapan tetap pada lembaran kecokelatan yang mengangkasa menjauhi dirinya. Kemana kau akan pergi, dear perkamen? Kemanapun, please asal jangan--

Takdir. Apa benar namanya takdir? For God's sake, kalau begitu saat ini sesuatu bernama takdir itu tengah mempermainkannya. Totally. Kejam, dan tanpa ampun.

Si daun kering jingga kembali terhempas ke udara, terombang-ambing dan jatuh perlahan ke lantai jembatan--terlepas dari genggaman tangan sang gadis berkaus biru. Daun itu bergeming, melekatkan diri pada kayu yang menjadi tempatnya berbaring, seakan memutuskan untuk setia berada di samping gadis Ravenclaw, menemaninya menghadapi kenyataan yang terpampang jelas di depan mata. Ya, kenyataan yang benar-benar tak dapat dipercaya. Kenyataan yang membuat Amanda kesulitan bernafas.

Murid Hogwarts tak mungkin kurang dari lima ratus orang, isn't it? Ratusan. Atau bahkan ribuan. Lalu--mengapa harus DIA yang datang? Mengapa harus anak lelaki ITU yang menampakkan batang hidung dan menjejakkan kaki di tempat dan waktu yang sama dengan sang gadis?

Kenapa harus Lazarus?

Amanda memandang ngeri ketika perkamen surat miliknya mendarat persis di wajah pemuda Slytherin tersebut. Oh, sungguh tak dapat dipercaya. Ga--gawat. Ia harus pergi, sekarang juga. Amanda mencoba melangkah mundur, berniat membalikkan tubuh, berlari sekencang-kencangnya, kemanapun. Asal ia tak berada di sini. Tetapi--tentu saja, kedua kakinya tak mau bekerja sama, seakan dipakukan di atas kayu secara permanen. Oke, sudah terlambat. Lazarus telah berdiri tepat di hadapannya, melontarkan kalimat yang telah ia duga akan bergaung di udara. Penjelasan.

Demi Leander yang benar-benar ia sayangi, bagaimana caranya Amanda dapat menjelaskan?

Ia telah berubah pikiran--tak ada pertemuan, tak ada yang perlu dibicarakan, rite? Dan keputusan itu tak berubah. Setidaknya untuk saat ini. Menelan ludah seraya memasang sikap datar seakan tak ada apa-apa--padahal kardionya berderap dalam satuan kecepatan cahaya--Amanda tergagap sejenak sebelum berujar dengan leher tercekat, "Ti... tidak ada yang perlu dijelaskan, Lazarus. Percayalah."

Labels: ,


4:45 AM