RiddleLima.
Enam.
Tujuh.
Nathaniel menjejakkan kaki di pijakan tangga teratas, tangannya mengusap peluh di kening. Lumayan juga. Ia berbalik, memandang medan yang baru saja ia lewati dengan penuh perjuangan, gamang dengan ketinggian yang tengah dipandangnya. Gosh, kenapa pula ia datang ke lantai terpencil begini? Ia mengerling ke arah benda dalam genggaman tangan kirinya, tersenyum puas. Satu-satunya alasan mengapa ia bersedia bersusah payah mengorbankan kakinya--oke, berlebihan--adalah karena
this special stuff.
His silver saxophone.
Melanjutkan langkah untuk merealisasikan tujuan awal, Nat menatap sisi kanan dan kiri koridor secara bergantian. Dimana kira-kira? Keheningan yang menyelubungi tempat tersebut sedikit membuatnya bergidik. Tak banyak yang menyempatkan diri 'bertamasya' ke lantai tujuh, ia dapat melihat itu, toh tak ada yang menarik. Well, kecuali ruang misteri yang kabarnya dilabeli dengan nama 'Kamar Kebutuhan', yang konon dapat muncul dan mengadaptasi diri sesuai dengan keinginan sang pencari. That's it. Ruang itulah yang tengah ia cari. Keinginan untuk kembali berlatih alat musik kesayangannya terus berdentum, sementara amat tak nyaman berlatih di tempat orang-orang berlalu lalang. Ia tak terbiasa.
Ah. Sayangnya ia tak terlalu beruntung. Terlihat seorang senior laki-laki bersama teman seangkatan Nat, Pavarell, tengah berdiri di ujung lorong, berbincang serius, ditingkahi seruan para personil lukisan di dinding.
"Klien Detektif Charles, Mr. Scudmore, mengaku kehilangan berlian jutaan dolarnya semalam. Dalam sekali lihat di mata orang awam, ini jelas peristiwa perampokan," ujar senior itu, membuat kening Nat berkerut. Apa yang sedang mereka bicarakan? Ia menghentikan langkah, membuka telinga lebar-lebar.
"Namun Detektif Charles sama sekali tidak mengangggapnya begitu-menurutnya, Mr. Scudmore adalah pelakunya alias ini adalah perampokan palsu yang dibuat-buat. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana Detektif Charles bisa tahu? Yah, ia mendapatkan sebuah bukti, tentu saja, namun apakah bukti otentik itu?" lanjut sang senior berparas Asia, ditambah dengan beberapa keterangan tambahan mengenai pembantu atau apalah itu.
"Ini mudah, kok! Baiklah, kuberi dua petunjuk-kaca jendela yang pecah, dan tak ada sidik jari," lagi-lagi senior tersebut berujar. Lipatan di dahi Nat bertambah. Didengarnya pula Pavarell menimpali, bertanya apakah kaca jendela itu berada di dalam atau di luar. Oke. Yang dapat ia tangkap sedikit banyak, mereka berdua tengah mendiskusikan... sebuah kasus dalam cerita detektif, eh? Mungkin. Hanya pendapat. Seorang gadis datang, melewati Nat begitu saja--tak melihat sepertinya--dan entah mengapa mengajukan pertanyaan mengenai ruangan misterius. Nat mengacak rambut hitamnya. Bingung. Penasaran.
Memutuskan untuk menghampiri ketiga orang tersebut, ia mengayunkan tangan kirinya ke belakang punggung, tak ingin saxophonenya terlihat. Well, ia tak tahu apakah membawa alat musik ke dalam Hogwarts diperbolehkan atau tidak. Sekedar meminimalisir resiko saja. Dan asal kau tahu, rasa penasaran yang timbul berhasil mengalahkan sifat cuek khas seorang Nathaniel Gladstone, membuatnya tanpa ragu berbicara panjang lebar kepada senior Asia, "Permisi, Senior. Bolehkah saya mengajukan pertanyaan mengenai kasus yang saya dengar kau lontarkan barusan?" Nat terdiam sejenak, melempar senyum sekilas untuk para gadis, kemudian melanjutkan, "Apakah alibi yang diajukan Mr. Scudmore?" Wew. Ada angin apa sampai-sampai Nat secara tiba-tiba memutuskan nimbrung bersama tiga orang asing ini? Hm, kolaborasi antara penasaran dan rasa bosan. Kemungkinan besar begitu.
Labels: Gladstone, Riddle