Highbury Crescent No. 4, Islington-#5Pemuda di hadapannya tak memberikan respon. Dengan sedikit takut, Amanda menyentuhkan jemari tangan kanannya pada bahu orang asing itu. Masih bernafas, syukurlah. God, siapa sebenarnya pria ini? Labirin dalam memorinya kembali hadir, jalan berliku yang selalu ia pertanyakan akhir rutenya kini bertambah rumit. Ia tengah berdiri di ujung jalan yang terputus, memandang jalan keluar di seberang sana. Sosok yang tengah terbaring di dekat lututnya itu entah mengapa terasa amat familiar--sesuatu yang kuat mencengkeram dasar hatinya saat melihat wajah babak belur tersebut. Tapi apa? Ia sama sekali tak mengerti. Tolong beri ia penjelasan agar jalan dalam labirin benaknya lengkap...
Derap langkah yang menghampiri lobi depan menghadirkan kelegaan luar biasa di hati Amanda, dihembuskannya nafas yang sedari tadi tertahan. Gadis itu menoleh, memandang pamannya--yang bergerak mendekat dan kini berjongkok--dengan tatapan cemas berkomplikasi dengan kengerian, dan ia sama sekali tak keberatan ketika sang paman mengisyaratkannya untuk mundur. Tetap dalam posisi yang sama, duduk bersimpuh dengan tumpuan pada lutut--hanya saja kini jarak antara dirinya dengan sosok itu lebih lebar--Amanda memperhatikan tanpa berkedip ketika Paman Amethyst membalikkan tubuh sang pemuda. Seruan yang terlontar kemudian benar-benar membuat gadis itu tertegun, terkejut menerima fakta bahwa pamannya mengenali tamu mencengangkan tersebut. Dan sebuah nama bergaung di dalam benaknya.
Leander.
Hati Amanda berdesir, sensasi aneh timbul, seakan sebuah batu besar mendarat di perutnya dalam satu hentakan tiba-tiba. Nama itu. Kelebatan-kelebatan simfoni kehidupannya tengah berputar, peristiwa-peristiwa masa lalu melintas dengan cepat, memori yang terdalam berusaha ia bangkitkan dari kuburnya. Aneh. Ia sama sekali tak mampu mengingat siapa itu Leander. Tetapi ada sesuatu yang meyakinkannya bahwa nama tersebut memiliki makna yang besar bagi dirinya. Sangat. Tapi apa? Mengapa ia tak mampu mengingatnya barang sedikitpun?
"Ya, Paman. Aku kembali, sesuai janji." Amanda melempar tatapan miris, menggigit bibir bawahnya saat melihat pemuda yang disebut Leander tersebut berbicara dengan susah payah dan nafas terputus-putus. Dengar, eh? Lelaki itu juga memanggil seorang Amethyst Gladstone dengan sebutan 'paman', berarti kemungkinan besar ia adalah keponakan pamannya--err... sepupu Amanda. Begitukah? Entah. Tak ada alasan untuk mengatakan statement itu salah, begitupun sebaliknya, rite?
Well, mungkin akan lebih baik jika Paman Amethyst mengantarkan Leander ke rumah sakit, segera. Ah, ya, Amanda lupa. Kakak dari ibunya itu sangat anti pada rumah sakit muggle--lebih baik membuat ramuan sendiri katanya. St. Mungo? Huft, lebih baik jangan, hanya akan menambah masalah, mengumbar kesedihan, dan membuka luka lama yang mulai tertutup--hal terakhir yang ingin ia jumpai. See? Kata-katanya terbukti, seakan mampu melancarkan legilimens dan ingin mengungkapkan persetujuannya, sang paman memerintahkan Nathaniel untuk membantunya memapah Leander, membawanya ke ruang keluarga. Baiklah, sudah diputuskan. Amanda bangkit, hendak mengekor di belakang mereka, namun urung ketika suara berat khas Amethyst Gladstone menuturkan instruksi lain.
"Amanda, dear, bisakah kau turun ke ruang bawah tanah? Tolong ambilkan botol perak di rak hitam kedua di dekat pintu, juga satu botol Wound-Cleaning Potion. Cepat, Nak." Amanda mengangguk paham, tanpa membuang waktu ia segera berlari secepat yang ia mampu, melewati koridor demi koridor, menuruni tangga batu dan melesat memasuki ruangan suram dengan pintu terbuka. Botol perak, botol perak, dimanakah kau... That's it. Disambarnya botol perak kecil tanpa label berisi cairan kebiruan, setelah itu kedua matanya kembali bergerak lincah mencari satu ramuan lagi. Rak pertama, nope. Kedua, tidak ada. Ketiga... yap, got it. Mengantungi keduanya, ia mengayunkan langkah keluar dari ruangan, meniti jalan yang sama yang telah ia lalui tadi, namun saat tiba di depan pintu dapur Amanda mengubah haluan, menghampiri lemari dapur, mengambil sebuah wadah, dan mengisinya dengan air hangat. Yap, done.
Berjalan lebih perlahan karena membawa wadah di kedua tangan, gadis berambut kecokelatan itu akhirnya tiba di ruang keluarga, di mana Leander telah berbaring di atas sofa, Paman Amethyst dan Nathaniel di satu sisi. Astaga, apakah ia terlalu lama? Amanda meletakkan wadah di atas lantai, kemudian menyerahkan kedua botol ramuan kepada pamannya, memperhatikan dengan was-was ketika secara bertahap kedua botol mulai kosong, cairan didalamnya telah diteguk habis. Dan--God, amat pantas sang kepala keluarga Gladstone menyandang gelar master di dunia sihir, karena hanya dalam hitungan detik terlihat dengan amat jelas luka terbuka di bagian samping tubuh Leander mulai tertutup, berangsur sembuh. Sementara secara keseluruhan, rona merah kembali hinggap di wajah pemuda itu, membuatnya tampak ratusan kali lipat lebih sehat. Fine, sekarang gilirannya.
"Maaf, bolehkah aku..." Amanda mengeluarkan selembar sapu tangan dari saku, membasahinya dengan air hangat, lalu setelah mendapatkan anggukan dari pria paruh baya di hadapannya, ia mulai membersihkan luka di wajah Leander, perlahan. Dalam posisi seperti itu, mau tak mau rasa gugupnya timbul. Duh.
"Um, kalau boleh tahu, siapa Anda... err... Leander?" tanya Amanda, penasaran.
Jawaban sang paman membekukannya di tempat.
"Leander itu... Kakakmu, Amanda."Labels: Highbury Crescent No. 4-Islington, Steinhart