Highbury Crescent No. 4, Islington-#2
"Biar Phoebus saja, Tuan."Gelengan mantap diberikan sebagai respon. Nathaniel menatap peri rumah berkain cawat di hadapannya dengan pandangan tajam, kilatan di matanya mengisyaratkan arti tak-menerima-protes. Mengalihkan pandang kembali pada cermin 'seluruh-badan' yang terpasang pada dinding di depannya, anak lelaki dua belas tahun itu melanjutkan kesibukannya yang sempat terhenti, berkutat dengan kerah kemeja hitam yang ia kenakan. Ck, pakaian baru ini terasa tak nyaman. Untuk apa pula Amanda membuang-buang uang untuk membeli benda tak berguna ini?
"Apakah Tuan yakin tak butuh bantuan Phoebus, Sir? Mungkin akan lebih baik jika...""For God's sake, Phoebus. Kubilang tidak usah, berarti tidak usah," tukas Nat sengit, sekali lagi memancangkan kedua kelereng kecokelatannya pada wajah tirus kumal dengan bola mata besar dan hidung panjang runcing yang dimiliki si peri rumah cebol. Seakan baru mengerti, makhluk itu cepat-cepat mengangguk, kemudian membungkuk begitu rendah hingga ujung hidung tongkatnya menyentuh lantai kayu sebelum menghilang pergi dengan bunyi 'tar' nyaring. Nathaniel menggelengkan kepala dan menghembuskan nafas. Benar-benar peri rumah bebal. Semua akibat Amanda terlalu memanjakan makhluk itu, selalu bersikap ramah dan tak pernah mau melontarkan intonasi kemarahan--bahkan saat sang peri melakukan kesalahan sekalipun. Yang benar saja.
Sudah beres? Ia menyeringai kepada bayangannya sendiri, menggulung lengan kemeja sebagai penutup, diiringi gerakan mengacak rambut. Well, let's go. Dengan hati-hati Nat meraih tumpukan piring beragam ukuran dari atas meja, memegangi tepinya erat sementara langkahnya mulai berderap melintasi koridor lantai dua menuju tangga. Mengapa dirinya jadi repot begini, eh? Tak keberatan sebenarnya, toh tugas membawa piring ini merupakan permintaan tolong sepupunya, yang tentu tak akan ia tolak. Hanya saja benaknya terus menggumamkan kalimat 'malas' berulang kali, mempersulit sang hati untuk mencetuskan semangat yang dibutuhkan. Huft. Acara penting di tengah liburan musim panas.
Barbekyu. Ya, ya. Bukan ide buruk--serius, Nat tak akan pernah melontarkan protes jika sudah menyangkut masalah perut--dan wajar-wajar saja dilaksanakan mengingat waktu terus bergerak dan Hogwarts akan berada di depan mata sebentar lagi. Tetapi akan menjadi berbeda ketika event di halaman belakang itu dihadiri orang luar--alias
stranger, tiga orang yang tentu tak tampak familiar akan turut datang. Dua gadis, entah siapa, dan satu pemuda. You bet, Baned, siapa lagi? Anak lelaki yang notabene merupakan seniornya itu berada dalam baris teratas dalam daftar 'orang-orang terpenting' bagi Amanda, Nat akan amat heran jika Baned tak diundang. So, biarkan sajalah. Ia tengah berusaha menerima kehadiran seorang Jonathan Larson, berusaha untuk menekan keegoisannya dalam mendapatkan perhatian Amanda.
He's not a kid anymore.Melangkah melalui pintu belakang, halaman berumput kini terhampar di hadapannya, tersirami cahaya matahari yang, entah karena keberuntungan atau apa, bersinar teduh. Kedua matanya melirik kepada sosok yang tengah berdiri tak bergerak. Sedang apa pula 'senior' Baned disana? Tak terlalu peduli, Nat terus berjalan menghampiri meja piknik yang telah tersedia di tempat strategis, kemudian meletakkan seluruh piring dalam genggamannya. Here it is. "Maaf lama," cetusnya singkat, tatapannya bergerak mengamati kedua gadis yang telah duduk manis. Gadis yang pertama terlihat begitu dewasa, dan kalau ia tak salah ingat selalu mengenakan badge keemasan pada seragamnya saat berada di Hogwarts. Ho, prefek, right? Dan gadis satu lagi-- Wew.
Cantik.
Menahan nafas sesaat, Nathaniel segera memalingkan pandangan dan berdeham samar, berusaha menyembunyikan raut terkesima yang ia yakin sempat terpasang di wajahnya barusan. Apa-apaan sih kau, Gladstone. Jangan bertindak konyol. Mengangguk kaku kepada tamu-tamu kehormatan Amanda--sekedar untuk berlaku sopan sesuai peraturan keluarga--ia lalu membalikkan tubuh, memutuskan untuk menghampiri ayahnya saja. Topik yang dibicarakan para gadis tak terlalu ia minati.
"Dad, bagaimana kalau kita mulai saja? Sepertinya sudah hadir semua," ujarnya datar seraya menunjuk ke belakang bahu. Sang ayah melempar senyum, mengangguk, kemudian melambaikan tongkat kebanggaannya. Sejumlah arang melayang dari dalam karung, mendarat di tempat pemanggangan, dan detik berikutnya bara api telah terbentuk. Great. Semoga hari ini berjalan lancar.
Well, lagipula apa sih yang bisa terjadi?
Labels: Gladstone, Highbury Crescent No. 4-Islington