Wednesday, April 8, 2009

Kira-kira apa yang sebenarnya diserukan Amanda di Aula Besar tadi ya? Nathaniel mengunyah irisan bacon terakhir seraya menatap kosong dinding di seberang meja tempat ia meletakkan piring sarapannya. Saraf telinganya seperti menangkap kata 'puding' samar saat sang sepupu mengucapkan entah-apalah-itu-ia-tidak-dengar kira-kira lima belas menit yang lalu. Puding? Apa hubungan puding dengan Full English Breakfast? Kedua matanya mengerling singkat ke arah piring di hadapannya yang telah kosong tiga perempat bagian, mencoba menemukan sesuatu yang dapat dikaitkan dengan puding. Rangkaian 6 huruf tersebut memberinya bayangan tentang makanan agar-agar yang dilengkapi dengan siraman susu atau fla. Tetapi dari apa yang ia lihat, dalam sebuah paket Full English Breakfast sama sekali tak tersedia sesuatu yang mirip puding a.k.a agar-agar, bahkan pencuci mulut saja tak ada. Yang ada hanya sejenik makanan layaknya sosis, berwarna hitam. Apa sih ini?

Nat menoleh ke arah sang peri rumah yang masih berdiri dengan setia di samping kursi tempat anak lelaki itu duduk, bertanya singkat seraya menunjuk sosis wanna be yang tergeletak begitu saja di atas piring, "Ini apa sih?" Sekali lagi sepasang alis Nat melayang ke atas ketika melihat kegugupan yang secara tiba-tiba muncul di raut wajah dan sikap si peri rumah. "I--Itu, seperti yang telah hamba beritahukan tadi. Itu adalah Black Pudding, salah satu pelengkap FEB..." Oh, baiklah, jadi itu jawabannya. Puding yang dimaksudkan sama sekali berbeda dari apa yang ia bayangkan. Nat mengangkat puding hitam tersebut dengan satu tangan--

--dan melahapnya sebagian.

Well, rasanya tidak buruk. Cenderung lezat bahkan. "Itu adalah Black Pudding, Nona Kecil. Orang Inggris biasanya memakan makanan tersebut saat sarapan. Dan apa kau tahu bahan dasarnya?" Nat mendelik ke arah sumber suara, seorang gadis senior bertampang mafia tengah bertanya pada seorang gadis cilik--Stoone, kalau tidak salah. Satu topik satu bahasan, eh? Secara diam-diam ia turut mendengarkan percakapan yang berlangsung, tak dapat memungkiri bahwa ia turut penasaran akan jawaban dari pertanyaan tersebut. "Bahan dasarnya adalah darah." Gerakan mengunyah yang dilaksanakan sang mulut terhenti. Nat terhenyak. What did she say?

Darah. Fine, tepung darah jika asumsi sang peri rumah diikutsertakan. For God's sake, apa yang barusan ia makan?! Ia menelan segala apapun itu yang telah terlanjur berada di dalam mulutnya dengan susah payah--baru kali ini ia benar-benar percaya dan mengerti mengapa banyak orang berkata bahwa 'sugesti' itu amat berperan dalam kehidupan seseorang--kemudian menurunkan Black Pudding dalam genggamannya kembali ke atas piring. Lidahnya terasa gamang, seakan ada sesuatu yang tiba-tiba membakar rongga mulutnya, memberikan sensasi luar biasa. Luar biasa membuat merinding. Tidak, tentu saja Nat tak pernah membayangkan dirinya akan tanpa sadar mencicipi darah matang--bagaimanapun cara elemen tersebut matang--secara langsung. Apa mau orang-orang Inggris terdahulu dengan menciptakan makanan seperti ini, hah? Lezat, baiklah, ia mengiyakan pernyataan yang satu itu, namun tetap saja. Pikiran-pikiran mengerikan berlalu lalang di benaknya, membuat Nat berjengit. Hush, apa-apaan sih.

Anak lelaki berambut hitam tersebut memanggil sang peri rumah untuk kesekian kalinya dengan suara sedikit tercekat, meminta segelas air putih, yang segera muncul pada detik berikutnya. Dalam sekali teguk gelas dalam genggamannya telah tandas, kosong tak bersisa. Menghela nafas lega, Nat menatap Black Pudding jatahnya yang masih tersisa sebagian dengan tatapan mencela sembari mencecap-cecap lidah untuk memastikan aroma sang puding telah hilang seluruhnya. Ah, pagi sial. Sebuah suara nyaring sesuatu terjatuh menyentakkannya, membuat engsel lehernya bergerak. Seseorang terpeleset--Nat tahu siapa orang itu : Senior Collin, sang penjaga gawang. Seniornya tersebut terjatuh karena... Karena...

God. Yang benar saja.

Ia mengerang, membalikkan tubuh untuk mengusir pemandangan tak sedap yang tengah berlangsung dan tersaji, masa bodoh dengan kalimat-kalimat yang terlontar entah milik siapa. Perutnya bergolak janggal, menandakan sesuatu sedang bereaksi terhadap hal-hal mencengangkan sekaligus menjijikkan yang barusan menimpanya. Mual. Tapi ia tak akan muntah. Oho, no way.

Labels: ,


11:13 PM